Periskop.id - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendatangi Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Barat, Jumat (24/10). Ia meminta lembaga tersebut melakukan audit terhadap kas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar dan segera diumumkan hasilnya pada publik.

Tindakan ini dilakukan Dedi guna memeriksa dan membuka bagaimana pengelolaan keuangan daerah Pemprov Jabar. Hal ini menurutnya sekaligus menanggapi pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa soal parkirnya keuangan daerah di perbankan.

"Ya, hari ini kita ke BPK untuk meminta dilakukan pendalaman audit terhadap kas Pemprov Jawa Barat. Auditnya memang sudah rutin dilakukan dan sedang berjalan dan April akan diumumkan. Tapi hari ini kami juga minta hasil audit yang Jawa Barat diumumkan segera," kata Dedi di Gedung BPK Jabar, Bandung, Jumat (24/10). 

Dengan dilakukan audit pada arus kas daerah oleh BPK, kata Dedi, nantinya akan terlihat apakah Pemprov Jabar memiliki perencanaan keuangan dan pengelolaan keuangan yang baik. Entah itu dana yang masuk dalam bentuk pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat, ataupun pendapatan asli daerah (PAD), serta belanja yang baik.

Belanja yang baik itu, disebut Dedi, adalah membelanjakan anggaran pemerintah sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. Ia membahasakan dengan memperbanyak belanja modal dibandingkan barang dan jasa.

"Di belanja modal ini, nanti kita akan mengarah apakah uang dibelanjakan untuk belanja modal itu menghasilkan modal-modal yang baik atau tidak. Seperti jalan apakah sudah sesuai RAB (Rencana Anggaran Belanja), semisal dicor, biaya pegawainya, dilindungi asuransi atau tidak. Nah, ini yang jadi orientasi, sehingga output, outcome dan benefit publiknya bisa didapatkan," bebernya. 

Dilakukannya audit ini, kata Dedi, karena memang dari sisi kewenangan, pemeriksaan arus kas Pemprov Jabar hanya dilakukan oleh dua pihak, yakni BPK dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Sementara inspektorat, merupakan internal audit pemerintah.

"Nah, langkah ini dilakukan guna memberikan penjelasan kepada publik bahwa belanja pemerintah Provinsi Jawa Barat dilakukan secara terbuka, bisa diakses oleh publik. Bahkan saya sering menyampaikan anggaran per item dalam setiap waktu. Ini adalah bagian dari membangun hubungan emosi antara masyarakat dengan pemerintah, sebagai pengelola kas daerah," tuturnya.

Deposito dan Giro

Sebelumnya, Dedi Mulyadi menampik pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait 15 daerah yang menyimpan dana (bukan) di bank (pembangunan daerahnya), termasuk Jawa Barat, dalam rapat inflasi daerah bersama Mendagri Tito Karnavian, Senin (20/10).

Pemprov Jawa Barat disebut Purbaya menyimpan deposito sebesar Rp4,17 triliun. Selain Jawa Barat, Purbaya juga menyebut Pemerintah Provinsi Jakarta menyimpan deposito Rp14,683 triliun dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Rp6,8 triliun.

Purbaya mengungkapkan, data tersebut dari Bank Indonesia yang mengungkap dana yang mengendap di rekening kas daerah mencapai Rp233 triliun. Meliputi simpanan pemerintah kabupaten (pemkab) Rp134,2 triliun, simpanan pemerintah provinsi (pemprov) sebesar Rp60,2 trilliun dan pemerintah kota (pemkot) sebesar Rp39,5 triliun.

Pernyataan terbaru, Purbaya menyoroti fakta bahwa sebagian dana mengendap di daerah itu bukan dalam bentuk deposito, melainkan giro, yang menurutnya lebih merugikan bagi keuangan daerah.

"Ada yang ngaku katanya uangnya bukan di deposito tapi di giro, malah lebih rugi lagi. Bunganya lebih rendah kan. Kenapa di giro? Pasti nanti akan diperiksa BPK itu," katanya di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kamis (23/10).

Pernyataan terbaru ini juga disebut pihak Pemprov Jabar, bertolak belakang dengan pernyataan Purbaya sebelumnya. Ia menyebut, menkeu mempersoalkan daerah menyimpan kas dalam bentuk deposito patut dicurigai sebagai upaya mengendapkan anggaran agar mendapatkan keuntungan.

Dedi sendiri sempat mengancam akan memberikan sanksi tegas berupa pencopotan kepada pejabat yang berbohong dan menyembunyikan data factual. Termasuk terkait APBD Jabar yang didepositokan di perbankan.

Dedi menegaskan, ancaman tersebut tidak pandang bulu, bahkan termasuk kepada Sekretaris Daerah, Kepala Badan Pengelola Keuangan, hingga Kepala Badan Pendapatan Daerah jika terbukti melanggar.

"Apabila ada staf saya yang berbohong, tidak menyampaikan fakta dan data yang sesungguhnya, menyembunyikan data yang seharusnya diketahui oleh masyarakat dan terbuka, saya tidak akan segan-segan, saya berhentikan pejabat itu," kata Dedi.