periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) dan mengamankan sejumlah barang bukti.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebutkan bahwa penyidik berhasil mengamankan dokumen serta barang bukti elektronik.

“Dalam penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik,” kata Budi, Jumat (7/11).

Budi menjelaskan, barang bukti yang dikumpulkan akan diekstraksi dan dianalisis oleh tim penyidik.

“Selanjutnya, penyidik akan mengekstrasi dan menganalisis barbuk-barbuk (barang bukti) tersebut,” jelas Budi.

Penggeledahan dilakukan di rumah dinas gubernur dan beberapa lokasi lain sebagai bagian dari penyidikan dugaan tindak pidana korupsi di Pemerintah Provinsi Riau.

“Hari ini, Kamis (6/11), penyidik melakukan penggeledahan di rumah dinas gubernur dan beberapa lokasi lainnya,” kata Budi.

KPK menegaskan akan menyampaikan perkembangan kasus pemerasan yang menjerat Gubernur Riau secara berkala sebagai bentuk transparansi hukum.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga tersangka: AW selaku Gubernur Riau, MAS (M. Arief Setiawan) Kepala Dinas PUPR PKPP, dan DAN (Dani M. Nursalam) Tenaga Ahli Gubernur.

“Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni AW, MAS, dan DAN,” ujar Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, Rabu (5/11).

Ketiganya ditahan selama 20 hari pertama sejak 4 November 2025 hingga 23 November 2025.

Sementara itu, KPK menjelaskan alasan tidak menahan Ferry Yunanda (FRY), Sekretaris Dinas PUPR PKPP. FRY disebut hanya berperan sebagai pengepul uang dari kepala UPT untuk diserahkan kepada MAS.

Awalnya, FRY menggelar pertemuan dengan enam Kepala UPT Wilayah I-VI membahas pemberian fee 2,5% kepada AW atas penambahan anggaran 2025 dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.

Namun, MAS yang mewakili AW meminta fee lebih besar, yakni 5% atau sekitar Rp7 miliar, dengan ancaman mutasi bagi yang menolak.

Meski demikian, KPK menilai FRY belum layak ditahan karena perannya masih didalami, khususnya terkait aliran uang.

“Tentu kami juga melihat peran-peran yang dilakukan oleh FRY termasuk ada tidaknya aliran uang kepada FRY. Jadi, apakah ada aliran kepada FRY, nah ini masih terus didalami,” kata Budi, Kamis (6/11).

Budi menegaskan, OTT dan penetapan tiga tersangka hanyalah awal dari penyidikan. KPK akan menelusuri lebih dalam konstruksi dugaan pemerasan, termasuk aliran uangnya.

KPK juga membuka kemungkinan pola pemerasan serupa terjadi di sektor lain, sehingga penyidikan akan terus dikembangkan.

“Tentu dalam proses pendalaman itu penyidik akan meminta keterangan kepada para pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, saksi lainnya maupun penggeledahan,” jelas Budi.

Para tersangka dijerat Pasal 12e, 12f, dan/atau 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dengan penahanan ini, KPK menegaskan komitmennya menindak tegas praktik pemerasan dan penerimaan hadiah di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.