periskop.id - Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini, Jumat 7 November 2025 melemah sebesar 4 poin atau 0,02 persen menjadi Rp16.705 per dolar Amerika Serikat (AS).

Pada perdagangan Kamis (6/11), mata uang rupiah ditutup menguat 16 poin ke posisi Rp16.701 per dolar AS. Untuk perdagangan hari ini, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah bergerak di rentang Rp16.700 - Rp16.750.

“Untuk perdagangan Jumat (7/11), mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang  Rp16.700-Rp16.750,” ulas Ibrahim, Jumat (7/11).

Menurut Ibrahim, arah rupiah masih sangat dipengaruhi oleh dinamika kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) dan ketidakpastian fiskal di Amerika Serikat. Dari sisi eksternal, Ibrahim menyoroti meningkatnya spekulasi bahwa The Fed belum tentu memangkas suku bunga pada Desember mendatang. Hal ini menyusul pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell yang menegaskan bahwa penurunan suku bunga belum menjadi sesuatu yang pasti.

“Data ekonomi swasta AS yang solid, terutama dari sektor tenaga kerja dan aktivitas bisnis, membuat dolar kembali menguat,” kata Ibrahim.

Data ketenagakerjaan non-pertanian ADP untuk Oktober mencatat hasil di atas perkiraan, menunjukkan pasar tenaga kerja AS masih tangguh. Selain itu, data indeks manajer pembelian (PMI) juga menunjukkan aktivitas bisnis yang tetap kuat. Kondisi ini membuat pelaku pasar semakin menurunkan ekspektasi pemangkasan suku bunga Desember dari 70,3% menjadi hanya 59,3%, mengacu pada CME Fedwatch.

Situasi politik di AS menambah tekanan pada mata uang negara berkembang. Pemerintah AS sudah mengalami shutdown selama 36 hari, sehingga beberapa data ekonomi resmi tertunda.

“Penutupan pemerintahan AS memperpanjang ketidakpastian pasar. Bahkan, ada rencana pemangkasan jadwal penerbangan hingga 10% di 40 bandara besar akibat kekurangan pengawas lalu lintas udara,” ujar Ibrahim.

Di dalam negeri, pasar menyoroti rencana pemerintah membahas RUU Redenominasi Rupiah, yang masuk dalam kerangka PMK No.70/2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029. Pemerintah menargetkan pembahasan rampung pada 2026. Menurut Ibrahim, langkah ini bisa memperkuat citra dan kredibilitas rupiah.

“Redenominasi berpotensi menciptakan efisiensi ekonomi dan memperkuat stabilitas nilai tukar. Namun, implementasinya perlu waktu dan kesiapan ekonomi yang matang,” jelasnya.

Ibrahim menambahkan, isu redenominasi bukan hal baru karena sudah tercantum dalam PMK No.77/2020 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2020–2024. Dengan kombinasi tekanan eksternal dan sentimen domestik, rupiah diperkirakan bergerak hati-hati dalam jangka pendek, dan ruang penguatannya masih terbatas.