periskop.id - Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh bangsa. Salah satu gelar tersebut diberikan kepada Presiden Indonesia ke-2, Soeharto.
Penganugerahan tersebut diumumkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116/TK Tahun 2025.
“Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, dengan ini menetapkan dan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh bangsa sebagaimana tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 116/TK Tahun 2025,” demikian pernyataan resmi yang dibacakan dalam upacara, Senin (10/11).
Kendati demikian, pengamat komunikasi politik, Kunto Adi Wibowo, tidak setuju dengan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. Menurut Kunto, akibat kekuasaan Soeharto saat Orde Baru, banyak masyarakat yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tidak menerima gelar tersebut. Pelanggaran HAM akibat Soeharto seharusnya diungkap sesuai fakta yang terjadi.
“Korban-korban pelanggaran HAM berat yang pasti tidak terima, yang pasti protes dengan kondisi itu dan bahkan menurut saya ya tidak berkeadilan. Kalau mau selesaikan saja semua kasus ya gitu kan dengan dihukum dan segala macam supaya tidak terulang lagi. Fakta-faktanya diungkap secara transparan dan terbuka. Dan akhirnya orang bisa kemudian menilai dia layak nggak jadi pahlawan,” kata Kunto, kepada Periskop, Senin (10/11).
Kunto juga menilai, pemberian gelar ini merupakan hal yang lucu lantaran Pahlawan Nasional tersebut merupakan pelanggar HAM berat.
“Bukan lucu kalau pahlawannya adalah orang yang kemudian melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat. Dan korbannya kan warga Indonesia sendiri,” jelas Kunto.
Kunto menegaskan, pemberian gelar Pahlawan Nasional ini sangat kontroversial karena adanya impunitas akibat kasus hukum yang tidak terselesaikan.
“Apalagi tadi ketika dengan adanya impunitas, dengan adanya tidak terselesaikannya kasus-kasus hukum, terutama yang terkait dengan pelanggaran HAM berat di Indonesia itu akhirnya punya efek seperti ini, punya efek bahwa di mana ketika secara politik Soeharto dianggap pahlawan,” tutur Kunto.
Namun, sebagian orang tidak melihat tindakan pelanggaran HAM berat yang dilakukan Soeharto sebagai sebuah “dosa” karena adanya impunitas.
“Dengan model feodalisme Jawa kan Soeharto tidak tersentuh oleh hukum sama sekali kan. Dan itu akhirnya kita (rakyat) menggelinding punya dosa sejarah itu yang harus kita tanggung sekarang bahwa secara tiba-tiba Soeharto jadi pahlawan,” ungkap Kunto.
Tinggalkan Komentar
Komentar