Periskop.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa meyakini, penempatan dana sebesar Rp200 triliun di bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), dapat mendorong pertumbuhan kredit perbankan hingga mencapai dua digit.
Purbaya menyampaikan keyakinan tersebut sebagai respons atas data Bank Indonesia (BI) yang mencatat pertumbuhan kredit perbankan pada September 2025 sebesar 7,7%. Angka ini naik tipis dibandingkan Agustus 2025 yang tumbuh 7,56%.
Menurut dia, dana tersebut seharusnya dapat memperkuat likuiditas perbankan dan mengakselerasi penyaluran kredit.
"Mungkin September belum full impact dari uang itu (dana Rp200 triliun). Tapi kalau dari individual bank kan naiknya sudah clear kan. Kalau dari 6% ke 7% itu naik 1%, kan, sudah lumayan indikasinya membaik. Tapi pelan-pelan, harusnya sih kalau impact-nya sudah full, kreditnya harusnya mendekati double digit nanti. Saya harap sih bisa double digit," beber Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan Jakarta, Kamis (23/10).
Menkeu menilai, pertumbuhan kredit yang relatif moderat itu terutama dipengaruhi kondisi ketidakstabilan ekonomi, akibat aksi demonstrasi yang berujung kerusuhan beberapa waktu lalu. Namun, ia optimistis, masih ada waktu pada kuartal IV untuk melihat perkembangan kredit perbankan sepanjang 2025.
"Harapan saya dengan uang yang Rp200 triliun tadi pertumbuhannya makin kencang, sehingga ekonominya juga (tumbuh) makin kencang. Kami akan monitor terus dari waktu ke waktu, kalau kurang kami akan tambah lagi uang dari sistem," tutur Bendahara Negara itu.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menempatkan dana dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun di lima bank anggota Himbara guna memperkuat likuiditas perbankan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Alokasinya yakni Bank Mandiri, BRI dan BNI masing-masing mendapat Rp55 triliun. Lalu ke BTN sebesar Rp25 triliun dan ke BSI sebesar Rp10 triliun.
Tingkatkan Likuiditas
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebut, ada tiga dampak positif dari penempatan dana pemerintah Rp200 triliun ke Himbara. Pertama, penempatan ini disebut Mahendra berhasil meningkatkan likuiditas Himbara.
"Ini juga memberikan ruang bagi penyaluran pinjaman lebih besar, itu terbukti memang tercapai dengan baik," ujarnya.
Kedua, lanjut Mahendra, penempatan Rp200 triliun ini memberikan kesempatan menurunkan tingkat suku bunga deposito, mengingat Menteri Keuangan menetapkan tingkat bunga 4% untuk penempatan dana tersebut.
"Cukup signifikan walaupun memang idealnya akan bisa lebih besar lagi penurunannya. Tapi ya itu kami akan update lebih lanjut," tuturnya.
Ketiga, dampaknya juga terlihat pada penyaluran kredit atau pinjaman Himbara kepada debitur yang diharapkan meningkat. "Kami harapkan meningkatkan pertumbuhan dari kredit itu sendiri yang pada saatnya akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi juga lebih cepat," ucap Mahendra.
Realisasi Penyaluran
Realisasi penyaluran kredit dari dana yang ditempatkan pemerintah tersebut kata Mahendra bervariasi antarbank. Ada bank yang telah menyalurkan hingga mendekati 70%, sementara sebagian lainnya masih di kisaran 20%-50%.
“Kami sampaikan ke Pak Menteri agar beliau juga mendapat masukan mengenai kecepatan penyerapan di masing-masing bank,” serunya.
Per 14 Oktober lalu, Purbaya menyatakan, Himbara telah menyalurkan kredit produktif sebesar Rp112,4 triliun dari penempatan dana Rp200 triliun tersebut.
“Kalau kita lihat yang diserap sampai akhir September lebih dari Rp112 triliun telah disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit produktif,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Oktober 2025.
Rinciannya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk telah menyalurkan Rp40,6 triliun dari alokasi penempatan dana Rp55 triliun atau setara 74% per 30 September 2025. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) merealisasikan Rp33,9 triliun dari Rp55 triliun atau 62%. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) merealisasikan Rp27,6 triliun dari Rp55 triliun atau 50%.
Kemudian, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menyalurkan Rp4,8 triliun dari Rp25 triliun atau setara 19%. Lalu, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Rp5,5 triliun dari Rp10 triliun atau 55%.
Realisasi itu, menurut Purbaya, menunjukkan lebih dari separuh dana yang ditempatkan oleh pemerintah sudah bekerja untuk menopang konsumsi, investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Bukti lain yang turut mendukung efektivitas injeksi dana tersebut terlihat pada pertumbuhan uang beredar, di mana M0 atau base money melaju pesat menjadi 13,2% dari sebelumnya hampir mendekati posisi 0.
Purbaya menyatakan kinerja ini menunjukkan uang di sistem perekonomian telah bertambah signifikan. Ia Purbaya menegaskan inisiatifnya tersebut bukan hanya menyoal likuiditas perbankan, melainkan soal penciptaan efek berganda (multiplier effect), menurunkan cost of fund, mendorong pembiayaan sektor riil dan menjaga momentum pemulihan.
Tinggalkan Komentar
Komentar