periskop.id - Nama Cesium-137 mendadak menjadi sorotan publik setelah muncul dalam laporan kontaminasi produk pangan internasional.
Di tengah kekhawatiran yang timbul, muncul pertanyaan mendasar: apa sebenarnya Cesium-137 itu? Apakah zat ini murni berbahaya, atau justru memiliki kegunaan lain?
Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk Cesium-137 dengan merangkum data dan fakta dari lembaga-lembaga kredibel dunia, seperti Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) dan Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA), untuk memberikan pemahaman yang utuh dan proporsional.
Apa Itu Cesium-137?
Secara mendasar, Cesium-137 (Cs-137) adalah sebuah isotop radioaktif dari unsur kimia cesium.
ScienceDirect mendefinisikannya sebagai isotop yang memancarkan radiasi gamma kuat.
Namun, poin terpenting yang perlu diketahui adalah zat ini tidak terbentuk secara alami.
"Cs-137 diproduksi melalui fisi nuklir," demikian penjelasan dari CDC.
Artinya, zat ini merupakan produk sampingan buatan manusia yang dihasilkan dari reaksi pembelahan atom uranium dan plutonium, seperti yang terjadi di dalam reaktor nuklir.
Salah satu karakteristik data paling penting dari Cesium-137 adalah waktu paruhnya (half-life) yang mencapai sekitar 30,17 tahun.
Ini berarti dibutuhkan waktu lebih dari 30 tahun bagi zat ini untuk meluruh menjadi setengah dari jumlah awalnya, menjadikannya kontaminan yang persisten di lingkungan.
Dari Mana Sumber Penyebaran Cesium-137?
Jika merupakan buatan manusia, bagaimana Cesium-137 bisa tersebar luas di lingkungan? Menurut CDC dan EPA, ada dua sumber utama penyebarannya secara global:
- Uji Coba Senjata Nuklir Atmosfer: Ledakan bom nuklir di atmosfer pada era 1950-an dan 1960-an melepaskan sejumlah besar Cesium-137 ke lapisan stratosfer, yang kemudian jatuh dan menyebar ke seluruh permukaan bumi.
- Kecelakaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir: Insiden seperti kecelakaan Chernobyl pada tahun 1986 melepaskan Cesium-137 dalam jumlah besar ke lingkungan, yang kemudian terbawa angin dan arus air ke berbagai wilayah.
Karena kedua peristiwa inilah, jejak Cesium-137 dalam jumlah sangat kecil kini dapat ditemukan di tanah, air, dan bahkan udara di seluruh dunia.
Ternyata, Cesium-137 Punya Banyak Kegunaan
Meskipun berbahaya jika tidak dikelola dengan baik, Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) mencatat bahwa Cesium-137 memiliki berbagai aplikasi penting dalam industri dan medis ketika digunakan dalam wadah tertutup yang aman.
- Bidang Medis: Cesium-137 digunakan dalam perangkat radioterapi untuk mengobati kanker. Selain itu, digunakan juga untuk mensterilkan peralatan medis.
- Aplikasi Industri: Zat ini dipakai dalam alat ukur industri untuk mendeteksi aliran cairan dalam pipa, mengukur ketebalan material seperti kertas atau lembaran logam, serta untuk keperluan radiografi industri.
Bahaya Cesium-137 bagi Kesehatan Manusia
Ini adalah aspek yang menjadi perhatian utama publik. Paparan Cesium-137 dapat terjadi melalui tiga jalur utama: terhirup, tertelan (melalui makanan atau minuman), atau terserap melalui luka terbuka di kulit.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) secara tegas membedakan dampaknya berdasarkan tingkat paparan:
- Paparan Dosis Tinggi: Jika seseorang terpapar Cesium-137 dalam jumlah besar (misalnya akibat kecelakaan industri atau radiologi), dampaknya bisa sangat parah, menyebabkan luka bakar radiasi, penyakit radiasi akut, bahkan kematian.
- Paparan Dosis Rendah (Jangka Panjang): Inilah yang menjadi fokus dalam kasus kontaminasi pangan. Jika Cesium-137 masuk ke dalam tubuh, sistem biologis akan memperlakukannya seperti kalium (potassium) dan menyebarkannya ke seluruh jaringan lunak. Paparan internal dari radiasi dosis rendah yang terjadi secara terus-menerus dalam waktu lama dapat merusak DNA sel dan secara signifikan meningkatkan risiko kanker.
Memahami Risiko Secara Proporsional
Cesium-137 adalah pedang bermata dua: sebuah alat yang sangat berguna dalam bidang medis dan industri jika dikelola dengan aman, namun menjadi kontaminan berbahaya jika terlepas ke lingkungan.
Data ilmiah menunjukkan bahwa risiko utama bagi masyarakat umum bukanlah bahaya akut, melainkan potensi peningkatan risiko kanker akibat paparan dosis rendah yang terakumulasi dalam jangka panjang.
Karena itulah, lembaga pengawas pangan di seluruh dunia, termasuk FDA di AS dan BPOM serta Bapeten di Indonesia, menetapkan batas aman yang sangat ketat untuk melindungi konsumen dari ancaman tak terlihat ini.
Tinggalkan Komentar
Komentar