periskop.id - Pembicaraan mengenai kemungkinan presiden mengundurkan diri, atau jika presiden mundur, merupakan isu yang menarik untuk dibahas. Pertanyaan bagaimana jika presiden lengser sering muncul, mengingat hal ini pernah terjadi dalam sejarah Indonesia. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, suksesi kepemimpinan diatur secara jelas dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk menjamin keberlanjutan pemerintahan.

Suksesi Otomatis: UUD 1945 Jamin Keberlanjutan Kekuasaan

Menurut Pasal 8 ayat (1) UUD 1945, jika presiden berhenti atau mengundurkan diri dari jabatannya, maka wakil presiden secara otomatis menggantikan hingga akhir masa jabatan. Hal ini memastikan tidak ada kekosongan kekuasaan.

Proses pelantikan wakil presiden menjadi presiden definitif sangat lugas. Sesuai Pasal 9 ayat (1) UUD 1945, wakil presiden mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jika kedua lembaga tersebut tidak dapat bersidang, sumpah dapat diucapkan di hadapan pimpinan MPR dan disaksikan oleh Mahkamah Agung (MA).

Skenario Darurat: Jika Presiden dan Wakil Presiden Kosong Bersamaan

UUD 1945 juga telah mengantisipasi skenario yang lebih kompleks, yaitu jika presiden dan wakil presiden mengundurkan diri atau lengser secara bersamaan. Dalam kondisi ini, Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama menjalankan tugas kepresidenan sementara.

Trio menteri ini bertugas hingga MPR menyelenggarakan sidang dalam waktu maksimal 30 hari untuk memilih presiden dan wakil presiden baru. Kandidat yang dipilih berasal dari dua pasangan calon yang meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan presiden sebelumnya. Ini adalah "rem darurat" konstitusional yang memastikan stabilitas pemerintahan.

Perbedaan Antara Mundur dan Pemakzulan

Sering kali publik bingung membedakan antara pengunduran diri dan pemakzulan (impeachment). Meskipun keduanya mengakibatkan presiden lengser, proses hukumnya sangat berbeda.

  • Pengunduran diri adalah keputusan pribadi presiden dan memicu proses suksesi otomatis di mana wakil presiden langsung naik menjadi presiden.
  • Pemakzulan adalah proses politik dan hukum yang panjang dan diatur dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945. Proses ini dimulai dari usulan DPR karena dugaan pelanggaran hukum berat atau perbuatan tercela, lalu diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dan keputusan akhirnya ada di tangan MPR.

Pelajaran Sejarah: Soeharto dan Gus Dur

Sejarah politik Indonesia telah mencatat dua contoh penting dari transisi kekuasaan ini.

Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri di tengah krisis ekonomi dan gelombang protes mahasiswa. 

"Saya telah memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai presiden Republik Indonesia terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998," ujar Soeharto saat itu. 

Setelah pengunduran dirinya, Wakil Presiden B.J. Habibie langsung dilantik sebagai presiden pada hari yang sama. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana suksesi otomatis bekerja dengan cepat untuk mencegah kekosongan kekuasaan.

Contoh lain adalah pada 23 Juli 2001, ketika MPR memutuskan untuk memakzulkan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) setelah konflik panjang dengan legislatif. Bukan karena pengunduran diri, melainkan melalui proses pemakzulan, Gus Dur dilengserkan dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri diangkat sebagai presiden. Peristiwa ini menjadi contoh bagaimana jalur hukum yang berbeda digunakan untuk menyelesaikan sengketa politik dan konstitusi.