Periskop.id - Kabar mengejutkan datang dari ranah politik Jawa Barat. Pengadilan Agama (PA) Bandung membenarkan adanya gugatan cerai yang diajukan Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Atalia Praratya, terhadap suaminya, mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Panitera PA Bandung, Dede Supriadi, mengonfirmasi bahwa perkara gugatan cerai tersebut telah resmi terdaftar di pengadilan.
"Informasinya benar, perkara tersebut sudah masuk dan akan mulai disidangkan minggu ini," kata Dede saat dikonfirmasi di Bandung, seperti dikutip oleh Antara, Senin (15/12).
Dede Supriadi menjelaskan, Atalia mengajukan gugatan melalui kuasa hukumnya dan sidang perdana dijadwalkan berlangsung pada pekan ini. "Nomor perkaranya saya lupa, namun yang jelas gugatan sudah didaftarkan dan sidang perdana diagendakan dalam waktu dekat," ujarnya.
PA Bandung memastikan akan memfasilitasi proses hukum tersebut secara profesional dan tertutup sesuai peraturan perundang-undangan. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi baik dari Ridwan maupun Atalia terkait materi gugatan maupun alasan di balik pengajuan cerai tersebut.
Ridwan Kamil dan Konstruksi Maskulinitas Ideal
Gugatan cerai yang diajukan oleh Atalia ini sontak menjadi perbincangan publik, sebab pasangan ini selama ini dinilai sebagai role model yang sempurna. Melalui media sosial dan berbagai pemberitaan, mereka selalu menampilkan keharmonisan dan kemesraan.
Ridwan sering kali dipandang sebagai gambaran maskulinitas yang ideal, sesuai dengan ekspektasi tatanan masyarakat patriarki di Indonesia. Menurut Ritzer dan Goodman dalam buku Teori Sosiologi Modern, gender adalah perilaku yang memenuhi ekspektasi sosial yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, yang diperoleh melalui interaksi sosial.
Gender juga dipahami sebagai hasil kesepakatan sosial yang diterima sebagai kebenaran bersama. Media massa berperan membentuk kesadaran publik tentang gambaran ideal seorang pemimpin, khususnya laki-laki.
Sebagaimana dijelaskan oleh peneliti dari Petra Christian University, Aniendya Christianna dalam tulisannya Perceraian Ahok dalam Perspektif Gender, konstruksi tersebut kerap meluas hingga menyeret kehidupan privat tokoh publik, termasuk aspek karya, prestasi, dan persoalan personalnya.
Karena itu, ketika kabar perceraian mencuat, publik cenderung bereaksi dengan ketidakpercayaan. Sosok yang selama ini dipersepsikan “sempurna” di ruang publik ternyata juga menghadapi dinamika dalam kehidupan pribadinya.
Oleh karena itu, ketika kabar cerai ini terdengar, masyarakat seolah tidak percaya. Kebimbangan ini muncul karena publik sulit menerima kenyataan bahwa sosok yang dianggap 'sempurna' di ranah politik dan publik, akhirnya mengalami permasalahan di ranah privasi.
Analisis Psikologi di Balik Obsesi Publik
Lebih jauh, seorang psikolog dan penulis yang berspesialisasi dalam isu keluarga, Ann Gold Buscho, dalam artikelnya yang terbit di Psychology Today, membahas faktor psikologis di balik obsesi publik terhadap cerai tokoh publik seperti Ridwan, di antaranya:
- Proyeksi Idealisme: Figur publik sering kali mewakili versi ideal dari cinta dan kesuksesan. Ketika hubungan yang tampak sempurna itu runtuh, narasi ‘dongeng’ tersebut pecah, membuat masyarakat merasa pergulatan mereka lebih dekat dengan realitas kehidupan pribadi.
- Kebutuhan Akan Koneksi: Ketertarikan pada drama publik menciptakan rasa kebersamaan di antara penggemar. Mengikuti kisah cinta dan kehilangan mereka memungkinkan kita merasa lebih terhubung satu sama lain karena pengalaman ini bersifat universal.
- Voyeurisme dan Kondisi Manusia: Naluri voyeurisme atau rasa ingin tahu untuk mengintip kehidupan pribadi orang lain bisa berakar dari ketidakamanan pribadi. Menyaksikan keruntuhan rumah tangga tokoh publik memberi publik jarak yang aman untuk menghadapi ketakutan mereka sendiri tanpa terlibat langsung.
- Alur Drama yang Memikat: Perceraian selebritas sering mengikuti pola drama klasik yang meliputi konflik, pengkhianatan, dan resolusi, yang membuatnya terasa seperti serial yang memikat dan ingin terus diikuti.
- Media Sosial dan Akses Instan: Media sosial memberikan pembaruan real-time dan akses instan yang membuat drama tokoh publik terasa semakin dekat, menyalakan rasa ingin tahu publik, dan membuat mereka merasa seolah menjadi bagian dari perjalanan hubungan tersebut.
Tinggalkan Komentar
Komentar