periskop.id - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melalui Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, mengatakan meningkatnya keterpaparan anak terhadap internet dan konten berisiko menuntut pengawasan digital yang lebih ketat dari orang tua.
Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).
Peraturan ini tidak bertujuan membatasi akses anak pada teknologi, melainkan memastikan setiap aktivitas digital mereka aman melalui pengaturan produk, layanan, dan fitur digital sesuai usia.
Selain itu, penyelenggara sistem elektronik diwajibkan memitigasi risiko seperti konten kekerasan, eksploitasi, dan ancaman terhadap data pribadi anak.
"Hal ini kita lihat dari data Profil Anak Indonesia. Pada tahun 2023, sebanyak 75% anak berusia 7 hingga 17 tahun telah mengakses internet," kata Alexander di Jakarta, dikutip Kamis (20/11).
Lebih lanjut ia menyampaikan, jika merujuk pada laporan dari United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF), sebagian besar anak-anak menghabiskan rata-rata sekitar 7 jam setiap hari untuk mengakses internet.
"Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya penerapan mekanisme penyaringan konten di ruang digital, agar anak-anak dapat menjelajahi dunia maya dengan aman tanpa terpapar materi yang berisiko," ujar Alexander.
Ia menekankan, upaya ini bukan sekadar membatasi, melainkan merupakan langkah perlindungan atau safety measure yang memastikan setiap aktivitas digital anak berlangsung secara aman.
Dalam kerangka ini, hadirnya Peraturan Pemerintah 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, atau yang dikenal dengan PP Tunas, menekankan akuntabilitas penyelenggara sistem elektronik sekaligus mendorong keterlibatan masyarakat luas. Tujuannya agar hak anak untuk terlindungi dari risiko yang dapat mengganggu perkembangan, kehidupan, dan masa depan mereka dapat terpenuhi secara maksimal.
Adapun terang Alexander, penamaan “Tunas” sengaja dipilih untuk mengingatkan bahwa anak-anak adalah tunas bangsa, generasi penerus yang kelak akan menjadi pemegang estafet keberlangsungan dan kemajuan negara. Perlindungan mereka bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi juga investasi bagi masa depan bangsa.
"Pengambilan kata Tunas ini karena kita mau memandang anak-anak sebagai tunas bangsa yang kedepan menjadi pemegang tongkat estafet keberlangsungan bangsa negara kita,” ucapnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar