Periskop.id- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa optimistis, nilai tukar rupiah bakal berbalik menguat pada pekan depan. Hal ini seiring dengan efektivitas kebijakan fiskal terhadap aktivitas ekonomi.

“Sore ini pasar sudah tutup kan. Senin baru mulai, Selasa atau Rabu harusnya sudah balik,” kata Purbaya dalam Media Briefing di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/9). 

Dalam beberapa hari terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang bergerak di kisaran Rp16.600-Rp16.700 per dolar AS. Rupiah sempat menyentuh level Rp16.500-an pada Selasa pagi (23/9), namun kembali melemah ke level Rp16.600-an pada sesi berikutnya.

Pada pembukaan perdagangan Jumat (26/9) di Jakarta, rupiah melemah 26 poin atau 0,15% menjadi Rp16.775 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp16.749 per dolar AS. Kemudian, nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Jumat sore menguat sebesar 11 poin atau 0,07% menjadi Rp16.738 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.749 per dolar AS.

Adapun Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini justru melemah ke level Rp16.775 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.752 per dolar AS.

Sepanjang sepekan terakhir, rupiah terus berada dalam tren pelemahan. Dibandingkan dengan pembukaan perdagangan Jumat (19/9), rupiah tercatat melemah sekitar 1,23%. Sedangkan terhadap posisi pembukaan Senin (22/9), pelemahannya mencapai 0,85%.

Meski begitu, Purbaya tak khawatir dengan pelemahan tersebut. Ia meyakini kebijakannya bakal kembali menguatkan rupiah. “Pondasi ekonomi kita akan membaik terus ke depan. Kami menjalankan kebijakan untuk mendorong ekonomi, nggak main-main,” ujarnya.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) juga terus menjalankan wewenangnya dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Purbaya menyebut memiliki sinergi yang kuat dengan BI dalam misi stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.

Suku Bunga

Sementara itu, pelemahan rupiah pada perdagangan pagi ini diduga dipengaruhi oleh keputusan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menaikkan suku bunga deposito valuta asing (valas) sebesar 4%.

Purbaya telah menegaskan, dia tidak memiliki intervensi apa pun dalam keputusan bank pelat merah tersebut. Dia, baik sebagai Menteri Keuangan maupun Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), tidak mendengar rencana penyesuaian suku bunga deposito valas itu.

Dengan klarifikasinya, Purbaya yakin tekanan terhadap rupiah akan berkurang dan kembali pulih dalam waktu dekat. “Tidak ada kebijakan dari Kementerian Keuangan yang 4%, saya pikir akan berkurang dengan cepat tekanan ke rupiah. Di samping itu, BI juga sesuai wewenangnya menjaga nilai tukar dengan agresif dan sungguh-sungguh,” tuturnya.

Sementara Research and Development Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Taufan Dimas Hareva mengatakan, kurs rupiah cenderung masih tertekan seiring penguatan dolar AS di pasar global. Dolar sendiri menguat sejak rilis data ekonomi AS yang relatif solid, yakni indikator sektor perumahan AS melampaui ekspektasi pada Agustus 2025.

Penjualan rumah baru naik menjadi 800 ribu dari 664 ribu dan izin mendirikan bangunan meningkat menjadi 1,33 juta dari 1,31 juta, yang berarti menunjukkan permintaan konsumen yang kuat. Hal tersebut dianggap memperkuat ekspektasi bahwa suku bunga The Fed akan bertahan tinggi lebih lama.

Hari ini, pasar disebut juga menantikan rilis data inflasi AS, yaitu Personal Consumption Expenditures (PCE) Index, yang menjadi acuan penting bagi kebijakan The Fed. Antisipasi terhadap data itu membuat permintaan terhadap dolar tetap kuat, sementara mata uang negara berkembang, termasuk rupiah yang masih rentan melemah.

“Dalam kondisi ini, rupiah berpotensi menguji level psikologis Rp17 ribu per dolar AS dalam waktu dekat,” ucap Taufan.