Periskop.id- Menteri Pertanian (Mentan) yang juga Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Andi Amran Sulaiman meyakini, Indonesia akan segera mencapai swasembada beras dalam waktu dua bulan ke depan. Capaian itu, menurut Amran, sebagai hasil dari lonjakan produksi beras nasional yang signifikan selama satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Alhamdulillah kalau tidak ada aral melintang, satu bulan dua bulan ke depan kita mencapai swasembada dalam waktu sesingkat-singkatnya, secepat-cepatnya dengan produksi estimasi 34 juta ton,” ujar Amran dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Amran menjelaskan, produksi beras Indonesia hingga Oktober 2025 telah mencapai 33,19 juta ton. Jumlah ini naik dari 30 juta ton pada tahun sebelumnya. Berdasarkan estimasi Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras diperkirakan menembus 34,3 juta ton pada akhir tahun.
“Naik 4 juta ton dalam satu tahun. Ini adalah lompatan tertinggi sepanjang sejarah,” ucapnya.
Selama satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo, sektor pertanian menyumbang 13,83 % terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Nilai Tukar Petani (NTP) juga mencatatkan rekor tertinggi, yakni 124,36 poin.
Kenaikan itu, menurut dia, dipicu oleh kebijakan pemerintah menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dari Rp5.000 menjadi Rp6.500 per kilogram. “Alhamdulillah petani menikmati harga itu,” kata Amran.
Serapan beras oleh Perum Bulog selama setahun juga mencatatkan rekor tertinggi, yakni sebesar 4,2 juta ton. Sementara itu, ekspor produk pertanian Indonesia naik 42,19% dibandingkan tahun 2024, katanya, menambahkan.
Dalam Proyeksi Neraca Pangan Nasional yang disusun oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama kementerian dan lembaga terkait, sejumlah komoditas pangan seperti beras dan jagung menunjukkan tingkat ketercukupan yang baik.
Produksi beras diproyeksikan mencapai 34,34 juta ton, sementara kebutuhan konsumsi berada di angka 30,97 juta ton. Sedangkan jagung memiliki kebutuhan tahunan sebesar 15,7 juta ton, dengan produksi mencapai 16,68 juta ton.
Ekspor Pertanian
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut ekspor pertanian Indonesia meningkat 38,25% pada periode Januari-Agustus 2025, tercatat US$4,57 miliar.
Pada periode yang sama tahun sebelumnya, ekspor pertanian mencatatkan nilai sebesar US$3,30 miliar. Menurut Budi, hal tersebut menjadi salah satu bukti, Indonesia mengalami swasembada pangan.
"Pertanian ini ekspornya meningkat tajam 38,25 %. Artinya, ini mengindikasikan bahwa swasembada pangan ada. Karena kita tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, tapi ekspor kita cukup bagus," ujar Budi, di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, pada periode Januari-Agustus 2025, ekspor kakao dan olahan kakao tercatat sebesar US$2,52 miliar dan binatang hidup US$6,15 juta. Kemudian, kopi, teh, mate, dan rempah-rempah US$2,22 miliar. Lalu, olahan dari daging, olahan dari ikan, olahan dari krustasea, moluska atau invertebrata air, atau dari serangga US$993,36 juta.
Selanjutnya, ikan dan krustasea, moluska serta invertebrata air lainnya US$2,67 miliar. Ditambah lagi bermacam-macam olahan yang dapat dimakan US$1,25 miliar, nabati US$23,02 miliar, serta buah dan buah tempurung yang dapat dimakan, kulit dari buah jeruk atau melon US$954 juta.
Pada Januari-Agustus 2025, pertumbuhan ekspor Indonesia mencapai 7,7%. Pertumbuhan ekspor ini sejalan dengan neraca perdagangan Indonesia yang mengalami surplus selama 64 bulan berturut-turut sejak 2020. Surplus perdagangan meningkat 53,3%, dari US$19 miliar pada Januari-Agustus 2024, menjadi US$29 miliar pada periode yang sama di tahun ini.
Untuk meningkatkan kinerja ekspor, pemerintah telah melakukan berbagai perjanjian datang. Saat ini Indonesia telah melakukan 24 perjanjian dagang, yang terdiri dari Preferential Trade Agreement (PTA), Free Trade Agreement (FTA) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan 30 negara.
Tinggalkan Komentar
Komentar