periskop.id - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengaku belum mengetahui adanya dugaan jual beli tanah milik negara dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh. Dugaan tersebut saat ini tengah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dianggap melibatkan pihak-pihak tertentu di lingkungan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
"Wah, aku belum tahu tuh. Ya biarin aja nanti Pak KPK-nya yang menjelaskan, biar diteliti oleh Pak KPK dulu," kata Nusron kepada wartawan di Kantor Kemenko Pangan, dikutip Rabu (12/11).
Kendati demikian, Nusron memastikan pihaknya akan bekerja sama apabila KPK membutuhkan data terkait proyek tersebut. Ia menegaskan bahwa ATR/BPN siap memberikan dukungan administratif dan dokumen yang diperlukan untuk membantu proses penyelidikan.
"Kami prinsipnya sebagai ATR/BPN, kalau dimintai data, ya kami sampaikan," ujarnya.
Nusron menegaskan bahwa proses pengadaan lahan untuk proyek kereta cepat Whoosh seharusnya telah melalui prosedur yang ketat. Menurut dia, seluruh mekanisme pembebasan lahan biasanya dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek hukum dan penilaian harga yang objektif.
"Tapi pengadaan tanah, ya kan, itu pasti sudah melalui prosedur yang ketat. Biasanya kalau soal harga, harga itu pakai appraisal. Kalau enggak terjadi kesepakatan appraisal, ngotot konsinyasi. Begitu biasanya," imbuh Nusron.
Menurut Nusron, sistem appraisal dan mekanisme konsinyasi menjadi bentuk perlindungan agar nilai lahan tetap sesuai dan tidak merugikan negara maupun pemilik tanah.
Sebagai informasi, KPK saat ini tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek KCJB di lingkungan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Lembaga antirasuah itu menduga adanya praktik jual beli tanah milik negara yang dijual kembali ke negara, sehingga menimbulkan potensi kerugian keuangan negara.
“Ada oknum-oknum, di mana yang seharusnya ini milik negara, tetapi dijual lagi ke negara,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip dari Antara.
Asep menyebut, praktik tersebut terindikasi dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang berusaha memanfaatkan proses pengadaan lahan dalam proyek strategis itu. Asep menjelaskan, lahan-lahan tersebut tidak dijual sesuai harga pasar, bahkan dengan nilai yang lebih tinggi.
Padahal, jika tanah tersebut merupakan aset negara dan digunakan untuk proyek pemerintah, maka seharusnya negara tidak perlu membayar untuk memanfaatkannya. Kondisi ini membuat KPK terus mendalami pihak-pihak yang terlibat serta skema jual beli yang digunakan dalam transaksi tersebut.
Tinggalkan Komentar
Komentar