periskop.id - Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) akan menyuntikkan dana kepada PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Langkah ini diambil untuk memberikan modal kerja, melihat kondisi keuangan perusahaan baja tersebut dinilai kurang sehat.
"Nah kalau dilihat Krakatau Steel, kondisi keuangan ini tidak baik. Mereka kan, ya kalau di dari itu, mereka minta tambahan dana dari Danantara, dalam bentuk modal kerja," kata Managing Director Danantara Asset Management Febriany Eddy dalam Coffe Morning, Jakarta, Jumat (14/11).
Sebelumnya, KRAS mengusulkan dukungan dana sebesar US$500 juta atau sekitar Rp8,2 triliun.
Meski begitu, Febriany tidak menyebut secara rinci jumlah modal kerja final yang akan digelontorkan. Ia hanya memastikan angka tersebut akan diumumkan dalam waktu dekat.
"Tapi jumlah segala macem masih divalidasi. Tapi dalam waktu dekat ini udah tahap final. Jadi kita akan memberikan mereka modal kerja untuk operasi mereka. Baja ini, bajanya hari ini," jelasnya.
Danantara tetap melihat potensi luar biasa KRAS. Febriany menyebut perusahaan itu memiliki kawasan industri dengan lokasi strategis.
Lokasi tersebut dilengkapi akses tol, akses kereta, hingga pelabuhan. "Ini ingredient dari good location itu sudah ada," terang Febriany.
Kawasan industri ini akan menjadi complementary jika tenant-nya tepat. "Jadi kita ingin menghidupkan, menjayakan kembali KRAS," tambahnya.
Febriany menyebut salah satu akar permasalahan KRAS adalah pembangunan proyek blast furnace (tanur tiup) yang gagal.
Proyek itu semula bertujuan memperluas usaha ke sektor upstream dan memastikan pasokan bahan baku yang berkelanjutan.
Namun, eksekusi proyek tidak berjalan baik. Ketika fasilitas selesai dibangun dan dioperasikan, pabrik justru merugi dan terpaksa dihentikan kembali.
Keputusan tersebut meninggalkan beban utang sangat besar di neraca KRAS. Perusahaan menanggung utang besar tanpa ada pendapatan penutup karena fasilitas hulunya tidak dapat dioperasikan.
"Kalau dinyalakan rugi itu dulu gini. Mungkin teknologinya, kemudian desainnya yang kurang efektif, efisien, kemudian proyeknya sendiri juga, Over run, over schedule... pas dia jadi, teknologi orang lain. Jadi akhirnya kalau dinyalakan, Dia tidak bisa berkompetisi. Ingat Baja ini juga bukan industri yang gampang lah, Baja ini industri yang super susah juga," tutup dia.
Tinggalkan Komentar
Komentar