periskop.id - Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) berencana merampingkan jumlah perusahaan BUMN secara drastis. Targetnya, entitas BUMN yang saat ini mencapai seribu lebih akan dikurangi menjadi hanya sekitar 200 perusahaan.

Managing Director Danantara Asset Management, Febriany Eddy, menjelaskan langkah penyederhanaan ini mencakup perusahaan induk maupun anak usaha BUMN.

"Dari 1000 lebih BUMN akan turun ke 200. Sudah dengar itu ya? Oke, kalau anda lihat semua sekarang, seribu lebih direct, indirect BUMN yang kita miliki, hampir setengah itu rugi. Dan dulu dibuatnya itu, perusahaan-perusahaan itu dibuat dengan konteks yang sudah sangat berbeda hari ini," kata Febriany dalam acara Coffe Morning Danantara, Jakarta, ditulis Sabtu (15/11).

Febriany menjelaskan, langkah ini mendesak karena hampir separuh dari total BUMN saat ini berada dalam kondisi merugi, sehingga perubahan besar perlu dilakukan.

Salah satu alasan kuat di balik penyusutan jumlah BUMN adalah persaingan tidak sehat atau kanibalisme di antara perusahaan negara.

"Banyak bisnis di antara BUMN ini yang saling kanibal. Nah hal seperti itu sangat tidak sehat. Gak make sense. Kita saling membunuh di dalam," tegasnya.

Febriany mencontohkan hubungan antara Garuda Indonesia dan Citilink. Sinergi keduanya dinilai tidak berjalan optimal, meskipun Citilink berada di bawah Garuda sebagai maskapai berbiaya rendah.

"Balik lagi contoh Garuda, Garuda-Citilink itu gak pure synergy lho. Maka itu juga salah satu transformasi yang kita lakukan. This day forward Anda satu keluarga. Anda satu. Gak ada lagi, oh saya sama Citilink beda. Anda bisa di segmen yang berbeda. Low cost career dengan full cost career. Tapi tidak berarti saling membunuh di rute-rute tertentu. Itu terjadi. Kita harus akui itu," terang Febriany.

Oleh karena itu, Danantara akan melakukan tiga langkah besar: streamlining, konsolidasi, dan transformasi.

Perusahaan yang tidak relevan, saling bersaing, atau menjadi beban akan dilebur atau dilepas.

Setelah proses penyederhanaan, Danantara menilai perlu dilakukan privatization untuk sektor tertentu yang dianggap tidak lagi strategis bagi negara.

Febriany mempertanyakan kelayakan Danantara mempertahankan beberapa sektor. "Ini bukan cuma masalah dia profit atau tidak. Kalau dia profit tapi bukan sektor yang mana kita akan bang on, itu kan distraction. Kita lebih baik fokus dimana. Jadi privatization juga one effort to do that."

Danantara berharap penyusutan dari 1.000 menjadi sekitar 200 BUMN ini menyisakan entitas yang tepat.

Perusahaan yang dipertahankan harus memiliki the right sector, the right size, serta give a lot of benefit and value ke Indonesia.

"Nah dengan seribu ke dua ratus, harapan kita dalam beberapa tahun kedepan ini, yang kita keep dua ratus itu adalah perusahaan-perusahaan yang memang the right sector, the right size dan juga give a lot of benefit and value ke Indonesia," tutup Febriany.