periskop.id - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara tegas menolak permintaan untuk melegalkan penjualan barang impor ilegal. Sikap itu disampaikan sebagai respon atas tuntutan para pedagang barang bekas atau pelaku usaha thrifting yang meminta agar usaha mereka dilegalkan.

"Saya nggak peduli sama pedagangnya (pedagang barang ilegal)," kata Purbaya kepada media, Jakarta, Kamis (20/11).

Purbaya menegaskan barang ilegal yang masuk ke Indonesia akan segera diberhentikan. Ia menilai tidak mungkin dirinya membuka pasar bagi barang-barang ilegal.

"Pokoknya yang barang masuk ilegal saya berhentiin. Saya nggak mungkin buka pasar untuk barang-barang ilegal," tegas Purbaya.

Sebelumnya, Perwakilan Pedagang Thrifting Pasar Senen, Rifai Silalahi, meminta pemerintah mempertimbangkan legalisasi impor barang thrifting.

Rifai menilai legalisasi diperlukan karena selama ini hampir semua barang thrifting masuk ke Indonesia melalui jalur ilegal. Akibatnya, aliran dana yang jumlahnya diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah setiap bulan justru mengalir ke oknum-oknum yang memfasilitasi penyelundupan, bukan ke negara.

"Nah sekarang, kalau memang tuntutan Pak Menteri Purbaya kemarin untuk menertibkan, untuk membayar apa, menambah pemasukan ke negara, kenapa tidak? Apa salahnya thrifting dilegalkan," kata Rifai dalam rapat dengar pendapat Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR, Jakarta.

Rifai menyebut biaya untuk memasukkan satu kontainer barang ilegal bisa mencapai Rp550 juta. Menurutnya, kondisi ini merugikan pedagang karena mereka hanya menerima barang yang sudah masuk ke Indonesia, sementara keuntungan besar justru dinikmati para oknum yang menjalankan praktik ilegal tersebut.

Menurutnya, jika pemerintah ingin menambah penerimaan negara, seperti dorongan yang disampaikan Menteri Purbaya, maka melegalkan impor thrifting akan jauh lebih efektif. Dengan legalisasi, pedagang bisa membayar pajak secara resmi, misalnya melalui skema tarif tertentu, sehingga negara juga memperoleh pemasukan yang jelas.

"Mending bayar pajak, Pak. Itu sudah pasti, karena pajak tinggal berapa persen. Misalkan 10% dari nilai. Nah, sekarang yang menikmati yang berpuluh-puluh tahun ini adalah itu tadi, oknum-oknum itu, Pak. Makanya yang masuk ke Indonesia kurang lebih ada 100 kontainer per bulan. Itu per bulan, yang ilegal," tutup Rifai.