periskop.id - Pernah bertanya-tanya mengapa koruptor di Indonesia bisa tetap hidup mewah meski sudah mendekam di penjara? Jawabannya sederhana, banyak aset hasil kejahatan yang tidak tersentuh hukum. Di sinilah urgensi RUU Perampasan Aset mengambil peran. Regulasi ini bukan hanya dirancang untuk menimbulkan efek jera, tetapi juga membuka pintu bagi negara untuk merebut kembali harta yang seharusnya menjadi milik publik. Untuk memahami mengapa keberadaannya begitu penting, yuk, kita telusuri lebih jauh landasan dan pentingnya pengesahan rancangan undang-undang ini!
Apa itu RUU Perampasan Aset?
RUU Perampasan Aset (PA) merupakan rancangan regulasi yang memberikan negara kewenangan lebih luas untuk merampas harta yang diduga berasal dari tindak pidana, bahkan tanpa memerlukan putusan pidana terlebih dahulu. Mekanisme ini dikenal sebagai non-conviction based asset forfeiture (NCB) yang berfokus pada objek atau aset, bukan individu.
Dalam draf RUU, aset dapat dirampas apabila nilainya melebihi Rp100 juta dan terkait dengan tindak pidana yang diancam hukuman minimal empat tahun. RUU ini juga memperkenalkan aturan untuk menyasar unexplained wealth dan memberikan kewenangan baru kepada Jaksa Agung untuk mengelola aset secara terpusat. Dengan begitu, proses pemulihan aset negara bisa berjalan lebih efektif dan tidak terhambat oleh proses pidana yang panjang.
Krisis Korupsi dan Perlunya Pemulihan Aset
Korupsi di Indonesia masih menjadi masalah serius yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi. Menurut data terbaru dari Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2024, terdapat 364 kasus tindak pidana korupsi yang disidik oleh aparat penegak hukum (APH).
Kerugian negara yang ditimbulkan pun sangat besar, mencapai Rp279,9 triliun. Namun, dari jumlah tersebut, berdasarkan laporan Keuangan Pemerintah Pusat, pemerintah baru berhasil mengumpulkan pendapatan penyelesaian kerugian negara sebesar Rp28,5 miliar. Angka ini bahkan turun 30,9% dibandingkan tahun 2023 yang mencapai Rp41,3 miliar.
Data ini jelas menunjukkan satu hal, bahwa penegakan hukum saat ini belum efektif dalam mengembalikan aset hasil korupsi. Banyak kasus ketika pelaku di penjara, tetapi aset mereka tetap beredar atau disembunyikan.
Kondisi ini menegaskan perlunya regulasi tambahan yang lebih kuat. RUU Perampasan Aset hadir untuk menutup celah ini, memberikan landasan hukum bagi negara untuk melakukan penyitaan dan perampasan aset secara sah sehingga dana yang hilang bisa kembali ke kas negara sekaligus efek jera terhadap koruptor menjadi nyata.
Lebih dari itu, RUU ini membantu aparat hukum melakukan pelacakan aset secara sistematis. Dengan landasan hukum yang kuat, proses pemulihan kerugian negara tidak lagi bergantung pada kasus pidana semata, melainkan bisa berjalan paralel dan lebih cepat.
Mengapa RUU Perampasan Aset Begitu Mendesak?
Salah satu kelemahan terbesar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia adalah lambatnya proses pemulihan aset. Selama ini, aparat penegak hukum harus menunggu proses pidana selesai hingga adanya putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht). Padahal, proses tersebut bisa memakan waktu bertahun-tahun, membuat aset semakin sulit dilacak, dialihkan, atau bahkan dialirkan ke pihak ketiga.
RUU Perampasan Aset menawarkan pendekatan baru yang jauh lebih responsif. Mekanisme NCB memungkinkan negara merampas aset tanpa harus menunggu vonis pidana, selama dapat dibuktikan bahwa aset tersebut tidak sejalan dengan profil kekayaan pemiliknya atau terkait dengan tindak pidana tertentu.
Di Indonesia, tanpa instrumen seperti ini, pelaku justru leluasa memanfaatkan celah hukum mulai dari memindahkan aset ke rekening keluarga hingga mengubah bentuk kekayaan menjadi instrumen sulit dilacak seperti aset kripto atau investasi luar negeri. RUU ini hadir sebagai tameng untuk menghentikan praktik tersebut.
Manfaat RUU Perampasan Aset bagi Negara dan Publik
Setelah memahami konteks mendesaknya regulasi ini, pertanyaan berikutnya adalah apa sebenarnya dampak nyata yang bisa dirasakan jika RUU Perampasan Aset akhirnya disahkan? Berikut adalah sejumlah manfaat yang membuat RUU ini layak menjadi prioritas dalam agenda reformasi hukum Indonesia.
1. Mengembalikan Kerugian Negara Secara Signifikan
Dengan kewenangan perampasan yang lebih luas, pemulihan aset tidak lagi terbatas pada proses pidana. Negara bisa lebih cepat mendapatkan kembali uang publik yang selama ini mengalir ke kantong pribadi. Bayangkan jika sebagian besar kerugian negara mencapai ratusan triliun rupiah tersebut bisa kembali, anggaran kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur akan lebih memadai.
2. Memberikan Efek Jera Nyata bagi Pelaku Korupsi
Selama ini, banyak koruptor yang menjalani hukuman penjara tetapi tetap hidup nyaman karena aset mereka tetap aman. Ketika harta hasil korupsi dapat disita sepenuhnya, hukuman tidak lagi sekadar memenjarakan tubuh, tetapi juga memutus keuntungan dari tindak pidana.
3. Memperkuat Kepercayaan Publik
Masyarakat ingin melihat hasil nyata dari pemberantasan korupsi. Penindakan yang kuat, transparan, dan mampu mengembalikan kerugian negara akan mendorong kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
4. Menutup Ruang Abu-Abu dalam Penegakan Hukum
Dengan mekanisme terpusat dan pengelolaan aset yang lebih rapi di bawah Jaksa Agung, tumpang tindih kewenangan antarlembaga bisa diminimalkan. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan aset juga meningkat.
Korupsi bukan hanya merampas uang negara, tetapi juga harapan masyarakat. Selama pelaku masih bisa menyembunyikan hasil kejahatannya, upaya pemberantasan korupsi tidak akan pernah benar-benar tuntas. RUU Perampasan Aset menawarkan solusi yang realistis dan progresif untuk memutus mata rantai keuntungan dari kejahatan.
Tinggalkan Komentar
Komentar