periskop.id - Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai program Makan Bergizi Gratis (MBG) belum mampu mencapai tujuan utamanya meski telah berjalan satu tahun dan menyedot anggaran besar.

Program yang digadang-gadang meningkatkan gizi anak hingga menggerakkan ekonomi lokal ini dinilai minim dampak nyata dan berisiko menjadi skandal fiskal jika tidak dievaluasi secara menyeluruh.

Direktur Kebijakan Publik CELIOS Media Wahyudi Askar mengungkapkan, pemerintah terus mengampanyekan klaim keberhasilan program MBG dengan menonjolkan angka cakupan. Mulai dari 36,7 juta siswa hingga 1,41 miliar porsi makanan yang telah didistribusikan. Media menilai, angka itu bukan dampak nyata dari program MBG.

“Indikator-indikator tersebut tidak lebih dari output administratif, bukan ukuran dampak nyata kebijakan," kata Media dalam keterangannya, Senin (15/12).

Media menilai, klaim keberhasilan hingga 99,99 persen yang disampaikan Presiden justru berisiko menyesatkan publik. Tanpa indikator outcome yang jelas, klaim tersebut tidak dapat dijadikan dasar bahwa program benar-benar berhasil meningkatkan gizi, kesehatan, atau capaian belajar anak.

Ia menjelaskan dalam satu tahun berjalan, pihaknya menemukan program MBG belum menjawab persoalan utama keluarga, belum optimal meningkatkan gizi anak, dan belum menciptakan stimulus lapangan kerja, karena pekerjaan baru yang muncul lewat program MBG justru malah menggantikan lapangan kerja yang sudah ada.

"Harus ada evaluasi total program MBG. Tahun depan, anggaran jumbo Rp335 triliun akan dialokasikan ke program ini. Apabila kekacauan program MBG ini terus berlanjut, ini akan jadi skandal fiskal di kemudian hari," ujarnya.

Peneliti CELIOS, Isnawati Hidayah menyatakan bahwa mayoritas responden atau 65% menyatakan MBG tidak berdampak positif untuk meringankan beban ekonomi keluarga.

Sejumlah 73% masyarakat juga lebih memilih bantuan langsung tunai dibanding MBG. Termasuk dalam dampak efektif anak, separuh lebih responden mengatakan bahwa MBG tidak membuat anak lebih fokus dan aktif, serta lebih rajin.

"Secara empiris, orang tua juga merasa tidak adanya kenaikan berat badan anak setelah menerima MBG. MBG harus dievaluasi total dan sistem harus dibuat lebih desentralistik," terang Isnawati.