periskop.id - Mantan anggota Dewan Pers, Yosep Stanley Adi Prasetyo, mengungkapkan bahwa persidangan gugatan senilai Rp200 miliar yang dilayangkan oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terhadap majalah Tempo berlangsung dengan prosedur yang terlalu cepat dan tidak mengikuti jalur penyelesaian sengketa pers yang semestinya. Stanley, yang hadir sebagai ahli pers, menilai proses idealnya harus melewati Dewan Pers sebelum masuk ke ranah pengadilan.

Hal tersebut disampaikannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (3/11), ketika ia memberikan pandangan mengenai mekanisme yang tepat untuk menengahi perselisihan media. Stanley memaparkan langkah penyelesaian yang seharusnya dilakukan para pihak dalam kasus ini.

"Seharusnya pengadu mengajukan lima judul ke Dewan Pers. Dewan Pers akan menyampaikannya kepada pihak teradu, dan pihak teradu menentukan judul yang relevan untuk mengganti pemberitaan yang diadukan. Dengan cara ini, sengketa bisa diselesaikan tanpa pengadilan," ujar Stanley.

Menurut Stanley, Dewan Pers merupakan lembaga yang memiliki wewenang untuk menjembatani pertikaian antara perusahaan media dan pihak yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan. Sengketa terkait produk jurnalistik, menurutnya, seharusnya menjadi domain dari lembaga independen tersebut.

Stanley menekankan bahwa penggunaan jalur pengadilan secara langsung tanpa melalui mediasi Dewan Pers berpotensi mencederai iklim kebebasan pers di Indonesia. Ia juga mengingatkan kembali tentang peran vital media sebagai pilar keempat dalam sistem demokrasi.

"Apabila pers hanya menjadi media-media biasa, bekerja sama dengan kementerian atau pemerintah daerah, memuat berita-berita kehumasan seperti peresmian proyek atau kunjungan kerja, tanpa melakukan kontrol sosial, media akan kehilangan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi," tambahnya, merujuk pada pentingnya pengawasan media terhadap kinerja pemerintah.

Gugatan oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sendiri berkaitan dengan laporan yang diterbitkan Tempo mengenai kualitas beras pemerintah serta masalah cadangan pangan. Stanley mengkhawatirkan bahwa jika kasus serupa diizinkan masuk ke meja hijau tanpa terlebih dahulu menempuh jalur Dewan Pers, hal ini dapat menciptakan preseden negatif. Preseden tersebut dikhawatirkan akan membatasi dan menghambat peran media dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap aparatur negara dan kebijakan publik.

Persidangan lanjutan untuk kasus gugatan kerugian materiil dan immateriil ini telah dijadwalkan kembali pada 17 November 2025. Agenda berikutnya meliputi kemungkinan kedua belah pihak menghadirkan saksi-saksi tambahan dan bukti-bukti pendukung klaim mereka.