periskop.id - Kuasa Hukum Tempo sekaligus Direktur Eksekutif LBH Pers, Mustafa Layong, menyebut ada kejanggalan dalam gugatan yang dilayangkan oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman kepada PT Tempo Inti Media Tbk.

Mustafa menyampaikan, kejanggalan tersebut berupa perbedaan nama penggugat ketika diajukan ke Dewan Pers dan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

“Nah, dalam konteks Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang Tempo dan sorry bukan Amran ya. Jadi, di PPR itu hanya ada dua, Tempo.co dan Wahyu Indarto ini pegawai kementerian. Jadi, bukan menteri sebenarnya yang terlibat di PPR,” kata Mustafa, usai persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (3/11).

Mustafa juga merasa janggal lantaran secara mendadak, nama yang mengadukan kasus Tempo di Dewan Pers bukanlah Menteri Amran.

“Jadi, kami juga agak heran kok tiba-tiba menteri menggugat. Padahal, yang mengadu di Dewan Pers bukan menteri, tapi Wahyu Indarto,” jelas Mustafa.

Selain itu, Mustafa juga menyebut kasus Tempo dengan Amran adalah gugatan yang sepele. Sebab, gugatan tersebut bukan pemberitaan yang sebenarnya, melainkan proses Penilaian dan Rekomendasi (PPR).

“Karena Tempo dianggap tidak menjalankan PPR seluruhnya sehingga dianggap melakukan perbuatan melawan hukum,” ujarnya.

Mustafa menjelaskan, berdasarkan pendapat saksi ahli Yosep Adi Prasetyo, ketika PPR sudah ada, tetapi tidak dilaksanakan, maka tidak bisa dianggap melawan hukum.

“Karena ini (PPR) rekomendasi, kecuali dalam PPR itu ada permintaan atau rekomendasi hak jawab. Itu ada persoalan hukum karena Undang-Undang Pers Pasal 18 Ayat 2, ketika media tidak melaksanakan hak jawab, ada pidana denda sebesar Rp500 juta,” ungkap Mustafa.

Mengacu konteks PPR dalam kasus ini, tidak ada permintaan untuk hak jawab. Dengan demikian, secara otomatis tidak bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum ketika terjadi atau tidak dilaksanakan.

Sebelumnya, PT Tempo Inti Media Tbk. digugat oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman atas pemberitaan “Poles-Poles Beras Busuk”. Dari gugatan ini, pihak Amran meminta Tempo membayar ganti rugi senilai Rp200 miliar.