periskop.id - Penasihat hukum Laras Faizati dari LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan ujaran kebencian terhadap aparat kepolisian. Sidang pembacaan eksepsi digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (12/11).
Laras, 26 tahun, mantan pegawai ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA), terancam dijerat empat pasal sekaligus terkait unggahannya di media sosial yang dikaitkan dengan demonstrasi akhir Agustus dan insiden tragis yang menimpa seorang pengemudi ojek online.
Tim kuasa hukum Laras, yang terdiri dari Uli Pangaribuan, Tuani Sondang, Markus Letang, dan Said Niam, menilai dakwaan jaksa tidak berdasar dan meminta majelis hakim membatalkan surat dakwaan.
“Surat dakwaan penuntut umum disusun secara kabur, tidak cermat, dan penuh asumsi. Oleh karena itu, harus dinyatakan batal demi hukum,” ujar Uli Pangaribuan di hadapan majelis hakim yang diketuai I Ketut Darpawan.
Kronologi Unggahan Laras
Melalui kuasa hukumnya, Laras mengungkapkan bahwa kasus ini bermula dari aksi demonstrasi besar-besaran di Jakarta pada akhir Agustus. Aksi tersebut merupakan bentuk protes publik atas kenaikan tunjangan anggota DPR, termasuk tunjangan rumah dan transportasi yang dinilai tidak pantas di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sulit.
“Reaksi publik kemudian menjalar ke berbagai platform digital. Banyak tokoh masyarakat, mahasiswa, buruh, aktivis, hingga akademisi turut turun ke jalan melakukan aksi di sejumlah titik di Jakarta,” ujar Uli dalam pembacaan eksepsi.
Situasi memanas setelah insiden mobil taktis Brimob melindas pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan (27) pada 28 Agustus yang memicu kemarahan publik dan menjadi perbincangan luas di media sosial.
Sehari setelah insiden, 29 Agustus, Laras berangkat ke kantornya di kawasan ASEAN meski pihak kantor mengimbau karyawan bekerja dari rumah. Sekitar pukul 09.00, Laras berfoto di lantai lima gedung dengan pose menunjuk ke arah Mabes Polri. Pada sore harinya, ia mengunggah ulang beberapa konten dari dua akun publik, yaitu Kolektifa dan Pandemic Talk, serta mem-posting foto dirinya dengan latar belakang gedung Mabes Polri di Instagram Story.
Menurut kuasa hukum, unggahan tersebut merupakan bentuk ekspresi kekecewaan atas meninggalnya Affan, bukan ujaran kebencian.
“Ia menyampaikan kritik terhadap menurunnya integritas dan kepercayaan publik terhadap Polri, bukan kebencian terhadap institusi,” kata Uli.
Dakwaan Jaksa dan Pasal yang Dikenakan
Jaksa menuduh Laras melakukan provokasi dan mengunggah konten berisi hasutan untuk membakar gedung Mabes Polri.
Dalam persidangan, Laras didakwa dengan beberapa pasal sekaligus, antara lain Pasal 45A ayat (2) juncto, Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang mengatur penyebaran informasi kebencian berbasis SARA, Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (2) UU ITE yang mengatur perbuatan melawan hukum berupa perubahan, perusakan, atau penyembunyian informasi elektronik milik orang lain atau publik, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan kekerasan atau pelanggaran hukum terhadap penguasa umum, dan Pasal 161 ayat (1) KUHP mengenai penyiaran atau penyebaran tulisan yang berisi ajakan melakukan tindak pidana atau perlawanan terhadap pemerintah.
Jaksa menekankan bahwa unggahan Laras berisi kalimat provokatif: “Ketika kantormu tepat di sebelah Mabes Polri. Tolong bakar gedung ini dan tangkap mereka semua! Aku ingin sekali membantu melempar batu, tapi ibuku ingin aku pulang. Mengirim kekuatan untuk semua pengunjuk rasa!!”
Selain itu, jaksa mengaitkan percobaan pembakaran fasilitas di sekitar Pom Bensin Mabes Polri dengan unggahan Laras.
Tanggapan Kuasa Hukum
Tim LBH APIK menekankan dakwaan jaksa kabur dan keliru menafsirkan bukti unggahan Laras. Salah satunya, jaksa dianggap keliru menyatakan video yang diunggah Laras, yaitu repost dari akun Kolektifa dan Pandemic Talk berasal dari akun pribadi.
“JPU tidak paham mekanisme media sosial Instagram,” ujar pengacara Said Niam.
Kuasa hukum menegaskan bahwa tindakan Laras merupakan bentuk penyampaian pendapat yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan kebebasan berekspresi warga negara. LBH APIK juga menyebut surat dakwaan jaksa tidak memenuhi syarat formal maupun materil dan disusun tanpa mengacu pada berkas pemeriksaan polisi.
Dalam petitumnya, kuasa hukum meminta majelis hakim untuk mengabulkan seluruh eksepsi Laras, menyatakan perkara pidana nomor 675/Pid.sus/2025/PN Jakarta Selatan tidak dapat dilanjutkan dan memerintahkan jaksa membebaskan Laras dari tahanan.
Majelis hakim memberikan waktu kepada jaksa untuk menyampaikan tanggapan pada Senin pekan depan pukul 14.00.
Tinggalkan Komentar
Komentar