periskop.id - Harga minyak dunia turun tajam lebih dari 4% pada Rabu (Kamis waktu Jakarta), setelah laporan terbaru dari OPEC memperkirakan bahwa pasokan minyak global akan seimbang dengan permintaan pada 2026. Proyeksi ini menandai perubahan signifikan dari perkiraan sebelumnya yang memprediksi terjadinya defisit pasokan di tahun tersebut.

Kontrak berjangka Brent merosot USD2,45 atau sekitar 3,76% menjadi USD62,71 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun USD2,55 atau 4,18%, dan ditutup di level USD58,49 per barel.

Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) mencatat bahwa pasokan minyak dunia akan seimbang tahun depan karena peningkatan produksi dari kelompok OPEC+ yang lebih luas. Perkiraan ini berbeda dari pandangan sebelumnya yang memperkirakan kekurangan pasokan di pasar global pada 2026.

“Prospek bahwa pasar akan berada dalam kondisi seimbang jelas menjadi faktor utama penurunan harga. Pasar ingin percaya bahwa keseimbangan itu nyata. Saya pikir pasar kali ini lebih mempercayai OPEC ketimbang IEA,” ujar Analis senior di Price Futures Group, Phil Flynn, mengutip CNBC, Kamis (13/11).

Sementara itu, Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporan tahunan World Energy Outlook memperkirakan permintaan minyak dan gas bisa terus meningkat hingga 2050. Proyeksi tersebut menjadi pergeseran besar dari pandangan IEA sebelumnya yang memperkirakan puncak permintaan minyak akan terjadi dalam dekade ini.

Perubahan pandangan IEA ini terjadi karena lembaga tersebut kini kembali menggunakan metode perkiraan berbasis kebijakan aktual, bukan berdasarkan komitmen iklim negara-negara anggota. Dengan pendekatan baru ini, IEA menilai konsumsi energi fosil masih akan tumbuh selama kebijakan transisi energi belum diperketat.

John Kilduff, mitra di Again Capital, menilai proyeksi OPEC muncul di tengah kondisi pasar yang lesu, di mana beberapa penjual minyak kesulitan menemukan pembeli.

“Ada banyak kargo yang tak laku. Bagian depan pasar kini sedang membentuk kurva harga baru. Ada rasa lemah yang umum dalam perekonomian AS,” ujarnya.

Analis sebelumnya juga menyoroti bahwa kelebihan pasokan minyak mentah membatasi potensi kenaikan harga. OPEC+ bahkan sepakat untuk menunda peningkatan produksi pada kuartal pertama tahun depan, setelah mulai mengurangi pemotongan produksinya sejak Agustus tahun ini.

Namun, dibukanya kembali pemerintahan Amerika Serikat diperkirakan dapat meningkatkan kepercayaan konsumen dan aktivitas ekonomi, sehingga mendorong permintaan terhadap minyak mentah.

“Kondisi ini bisa menjadi katalis positif untuk harga minyak dalam jangka pendek,” tulis analis IG Market, Tony Sycamore dalam catatannya.

DPR AS yang dikuasai Partai Republik dijadwalkan melakukan pemungutan suara pada Rabu malam untuk mengesahkan rancangan undang-undang yang akan memulihkan pendanaan lembaga pemerintah hingga 30 Januari mendatang. Sementara itu, Badan Informasi Energi AS (EIA) dijadwalkan merilis prospek energinya pada Kamis waktu setempat.