Periskop.id - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memperkenalkan aturan baru yang secara tegas melarang praktik penyiksaan dalam proses hukum serta memperkuat perlindungan terhadap saksi dan korban. Ketentuan ini menjadi salah satu pembaruan paling signifikan dibandingkan KUHAP lama, yang belum mengatur secara eksplisit mengenai larangan penyiksaan oleh aparat penegak hukum.

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa aturan baru ini merupakan langkah penting untuk melindungi warga negara dari tindakan sewenang-wenang aparat.

“Jadi kita bayangkan kalau KUHAP lama terus berlangsung hingga saat ini, tiap hari akan ada korban (penyiksaan oleh aparat),” ujar Habiburokhman dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026, di Jakarta, Kamis (18/11).

Dalam KUHAP baru, larangan penyiksaan diatur secara eksplisit melalui Pasal 143 huruf n dan Pasal 144 huruf y. Kedua pasal tersebut menjamin hak saksi dan korban untuk bebas dari penyiksaan, intimidasi, serta perlakuan tidak manusiawi atau yang merendahkan harkat dan martabat manusia selama proses hukum berlangsung.

Selain itu, untuk memperkuat pengawasan terhadap penegakan hukum, Pasal 30 ayat (2) KUHAP baru mewajibkan setiap proses pemeriksaan direkam menggunakan kamera pengawas (CCTV). Langkah ini diharapkan dapat menjadi mekanisme pencegahan terhadap praktik kekerasan dan penyalahgunaan wewenang aparat.

Habiburokhman mencontohkan sejumlah kasus yang pernah diungkap di Komisi III DPR RI, di mana rekaman kamera pengawas menjadi bukti penting dalam menyingkap tindak kekerasan oleh aparat.

“Kita lihat beberapa kali kasus yang terungkap di Komisi III bahwa terjadi kekerasan itu terungkap dari adanya kamera pengawas,” ujarnya.