periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau badan usaha milik negara (BUMN) untuk tidak ragu melanjutkan aksi korporasi strategis, meskipun saat ini terdapat kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara. Lembaga antirasuah ini menekankan keputusan bisnis harus mematuhi prinsip Business Judgment Rule (BJR) dan regulasi yang berlaku.

“KPK mengimbau dan mengajak para korporasi jangan ragu untuk melakukan proses pengambilan keputusan,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Senin (24/11).

Budi mengingatkan seluruh BUMN agar dalam setiap proses aksi korporasi tersebut, keputusan harus dilakukan dengan cara yang baik dan benar. BUMN wajib memastikan langkah bisnis yang diambil tidak menabrak atau melanggar aturan yang ada.

Ia menekankan pentingnya satu prinsip utama dalam setiap langkah bisnis BUMN.

"Kemudian yang penting proses atau aksi korporasi itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip business judgment rule. Sepanjang itu dilakukan, maka tidak masalah,” katanya.

Latar belakang imbauan ini adalah kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019–2022.

Dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024 Ira Puspadewi, dua direktur lainnya, dan pemilik PT JN bernama Adjie.

KPK awalnya menyebut nilai akuisisi mencapai Rp1,272 triliun, dengan kerugian keuangan negara diperkirakan mencapai Rp893 miliar.

Pihak terdakwa, termasuk Ira Puspadewi, dalam persidangan sempat meyakini akuisisi tersebut tidak merugikan negara. Mereka berargumen akuisisi tersebut justru menguntungkan karena ASDP mendapatkan 53 kapal dengan izin operasi.

Namun, pada 20 November 2025, majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara. Ira Puspadewi divonis selama 4 tahun dan 6 bulan, sementara dua terdakwa lainnya, Yusuf dan Harry, dijatuhi pidana 4 tahun penjara.

Vonis hakim menetapkan kerugian negara dalam perkara tersebut mencapai Rp1,25 triliun.

Kasus ini memiliki catatan unik di akhir persidangan. Hakim Ketua Sunoto sempat menyatakan perbedaan pendapat (dissenting opinion), memandang perbuatan ketiga terdakwa bukan tindak pidana korupsi.

Sementara itu, KPK telah melimpahkan berkas perkara untuk tiga tersangka dari PT ASDP ke jaksa penuntut umum.

Adapun tersangka Adjie, pemilik PT JN, awalnya belum ditahan karena alasan kesehatan, namun kemudian KPK mengumumkan ia telah menjadi tahanan rumah sejak 21 Juli 2025.