periskop.id - Totok Dwi Diantoro, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM), angkat suara tentang pemberian rehabilitasi untuk eks pejabat tinggi PT ASDP. Salah satunya adalah Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi.

Totok menilai, pemberian rehabilitasi ini merupakan gimmick politik. 

“Meskipun pemberian rehabilitasi merupakan salah satu wujud hak prerogatif presiden, tetapi di dalam kasus tipikor ASDP terasa gegabah dan bisa jadi merupakan gimmick politik. Terutama terkait pencitraan yang dibangun oleh rezim pemerintahan Prabowo,” kata Totok, kepada Periskop, Sabtu (29/11).

Selain menjadi gimmick politik, Totok juga mengungkapkan, pemberian rehabilitasi itu menjadi bentuk intervensi eksekutif dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi (tipikor).

“Hal tersebut berbahaya karena berpeluang menjadi pola, ketika politik penegakan hukum nantinya menjadi bersifat personal, bukan lagi sistem,” ucap Totok.

Totok mengungkapkan, ada peluang upaya hukum lain untuk menindak putusan hakim yang menjerat Ira, bukan rehabilitasi. Upaya hukum ini yang seharusnya dipertimbangkan.

“Mengingat sebenarnya masih ada peluang upaya hukum yang seharusnya bisa didayagunakan terlebih dahulu, misalnya banding-kasasi,” ujar dia.

Totok juga menekankan, rehabilitasi yang diberikan presiden itu terbaca secara proaktif, bukan dari permintaan pihak Ira.

“Terlebih dalam konteks rehabilitasi yang diberikan oleh presiden terbaca dilakukan secara proaktif, bukan karena ada permintaan atau permohonan dari pihak yang bersangkutan,” tutur dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan, pihaknya telah menerima berbagai aspirasi dan laporan dari masyarakat terkait dinamika yang terjadi di PT ASDP. 

“Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah pada hari ini Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” tutur Dasco, Selasa (25/11).

Adapun, tiga nama pejabat tinggi PT ASDP itu adalah Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono. Mereka diduga merugikan negara senilai Rp1,25 triliun.

Berdasarkan pantauan Periskop.id, Jumat (28/11), sekitar pukul 17.18 WIB, ketiganya keluar bersamaan yang disambut dengan kuasa hukum dan keluarga. Saat keluar, mereka langsung menyapa wartawan dengan melambaikan tangan. 

“Halo,” kata Ira, setelah keluar dari Rutan KPK sambil melambaikan tangan ke arah wartawan dan beberapa kali membungkukan badan tanda berterima kasih.

Begitu juga dengan Yusuf dan Harry yang juga melambaikan tangan dan membungkukkan badan.

Tidak lupa, senyum sumringah tidak pudar dari wajah mereka bertiga usai keluar dari Rutan KPK.