periskop.id - Pakar Hukum Pidana Hery Firmansyah angkat bicara tentang pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP yang memiliki beberapa pasal bermasalah. Ia menyoroti revisi aturan hukum tersebut seharusnya membutuhkan masukan publik.
“Masalah perluasan dalam beberapa pasal yang ada dalam KUHAP, lebih tepatnya diatur oleh pembentuk UU Komisi III DPR RI dengan masukan dari berbagai lapisan masyarakat untuk mencari format ideal dan mengisi ruang kosong yang ada dalam KUHAP saat ini dengan dibuat lebih mendetail,” kata Hery, kepada Periskop.id, Senin (24/11).
Hery menyampaikan, masukan dari masyarakat tersebut agar penyelenggaraan hukum dapat mencapai keadilan berimbang.
Hery menegaskan, KUHAP juga harus dijalankan secara patuh oleh aparat penegak hukum (APH), tanpa mengutamakan konflik kepentingan.
“Bahwa bahasa KUHAP itu harus dijalankan secara patuh dan benar oleh APH, kerja profesional tanpa conflict of interest selain pada tujuan hukum itu sendiri,” ujar Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara itu.
Hery juga mengatakan, pengesahan KUHAP versi baru tersebut dilakukan untuk menjawab tantangan saat ini.
“Terkait perubahan KUHAP agar lebih bisa menjawab tantangan zaman hari ini dan menyeimbangkan dalam materiil KUHAP yang telah berubah lebih dahulu di 2023,” lanjut dia.
Diketahui, pengesahan RUU KUHAP ini sempat mendapatkan penolakan keras dari masyarakat. Terdapat aktivis yang menyalakan solidaritas dengan membuat form penolakan pengesahan terhadap RUU KUHAP tersebut.
Namun, aksi penolakan tersebut diketahui gagal menghambat pengesahan Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Rapat Paripurna Ke-18 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP untuk disahkan menjadi undang-undang.
Tinggalkan Komentar
Komentar