periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kronologi dugaan korupsi dalam proyek jalur kereta api (DJKA) di wilayah Medan.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, kasus ini bermula dari dugaan pengkondisian proyek Pembangunan Emplasemen dan Bangunan Stasiun Medan Tahap II (JLKAMB). Muhlis Hanggani Capah (MHC) sebagai PPK diduga mengatur proses lelang sejak awal, termasuk melalui komunikasi dengan Pokja maupun kegiatan asistensi bersama para calon penyedia.
“Ada pengaturan sejak tahap awal. Ini yang kemudian menjadi salah satu fokus penyidik. Dari awal sudah tau siapa yang akan dimenangkan,” kata Asep, dalam konferensi pers, di Gedung KPK, Senin (1/12).
MHC berperan sebagai perpanjangan tangan Direktur Prasarana Harno Trimadi kepada Ketua Pokja. MHC disebut menyampaikan daftar penyedia yang harus dimenangkan.
“Pengaturan itu diperkuat lewat kegiatan asistensi di sebuah hotel Bandung pada akhir 2021 yang turut dihadiri calon penyedia yang sebelumnya sudah ‘dipilih’. Di sana, para pihak memeriksa kesiapan dokumen kualifikasi sebelum lelang dimulai,” tutur Asep.
Asep juga mengungkapkan, Dion Renato Sugiarto (DRS) memerintahkan stafnya, Wisnu Argo Megantoro (WSN), untuk mengikuti pertemuan teknis bersama Satker BTP Sumatera Bagian Utara. Pertemuan itu juga dihadiri perwakilan sejumlah perusahaan, termasuk PT Waskita Karya. Mereka membahas penyusunan dokumen kualifikasi serta metode pekerjaan.
“Ada keterlibatan pihak internal dan rekanan dalam menyesuaikan dokumen sesuai pengaturan tertentu,” ungkap Asep.
Koordinasi penyusunan metode pekerjaan dilakukan intensif antara Wisnu dan Afong (AFG) sebagai perwakilan yang ditunjuk PT Waskita Karya. Keduanya beberapa kali bertemu untuk menyamakan dokumen dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Dari hasil penelusuran penyidik, terdapat aliran dana yang mengalir kepada beberapa pihak.
Asep mengatakan, MHC diduga menerima Rp1,1 miliar pada 2022–2023, sedangkan Eddy Kurniawan Winarto (EKW) diduga menerima Rp11,23 miliar melalui rekening yang ditentukan pada September–Oktober 2022.
“Fee diberikan karena ada ketakutan tidak menang tender. Ada juga fee terkait kewenangan pihak tertentu dalam proses lelang dan pengawasan,” ucap Asep.
Asep menegaskan, rangkaian dugaan suap, pengaturan pemenang serta aliran uang yang menjadi fokus penyidikan KPK.
“Semua bukti yang kami temukan akan didalami untuk memastikan konstruksi perkara secara utuh,” tutur Asep.
Dari kasus ini, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka.
“Dua tersangka Eddy Kurniawan Winarto (EKW) selaku pihak swasta dan Muhlis Hanggani Capah (MHC) selaku ASN Direktorat Keselamatan Perkeretaapian DJKA Kemenhub RI (PPK di Balai Teknik Perkeretaapian Medan 2021-2024),” ujar Asep.
Dua tersangka tersebut ditahan untuk 20 hari pertama sejak 1 Desember 2025 sampai 20 Desember 2025.
Tinggalkan Komentar
Komentar