periskop.id - Kunjungan Presiden Prabowo Subianto menghadiri Parade Militer Angkatan Bersenjata Tiongkok di Beijing, menjadi langkah penting, tak hanya sebagai penguat hubungan bilateral, tetapi juga menegaskan posisi diplomasi Indonesia di panggung global.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa dalam beberapa hari terakhir, Beijing “mendesak Prabowo untuk hadir, meski hanya satu hari.”

Mengutip Antara, Kamis (4/9), Prabowo tampil dengan gaya khas “diplomasi peci hitam” dan setelan abu-abu yang mengingatkan pada Presiden pertama RI, Soekarno. 

Ia berdiri di antara 26 pemimpin dunia di Lapangan Tiananmen, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif, Presiden Mongolia Khurelsukh Ukhnaa, dan Presiden Belarus Alexander Lukashenko.

Turut hadir pula Perdana Menteri Slovakia Robert Fico dan Presiden Serbia Aleksandar Vucic, yang kehadirannya menarik perhatian karena hubungan dekat mereka dengan Rusia. 

Bagi Prabowo, parade ini bukan sekadar pertunjukan kekuatan militer Tiongkok, tetapi juga ajang diplomasi strategis di awal masa jabatannya sebagai presiden.

Posisi Indonesia di peringkat ke-13 kekuatan militer dunia versi Global Firepower 2025, tertinggi di Asia Tenggara, membuat partisipasinya mendapat sorotan internasional. Kenaikan peringkat ini didorong oleh modernisasi sistem persenjataan, strategi berbasis teknologi, kekuatan personel, dan pertumbuhan industri pertahanan dalam negeri.

Kunjungan Prabowo juga mencerminkan pengakuan Tiongkok terhadap Indonesia sebagai kekuatan menengah (middle power) yang berperan penting dalam stabilitas kawasan Indo-Pasifik.

Dengan letak strategis di Selat Malaka dan Laut Natuna, Indonesia memegang peran vital dalam isu klaim wilayah, kepentingan ekonomi, strategi militer, dan diplomasi internasional di Laut Cina Selatan.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan wilayah laut sekitar 5,9 juta km² sesuai UNCLOS, Indonesia menguasai jalur perdagangan global yang menghubungkan Samudra Hindia dan Pasifik.

Pengendalian terhadap Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) memperkuat posisinya sebagai poros maritim dunia, memastikan arus lalu lintas laut internasional berjalan aman dan sesuai hukum internasional.

Selain Tiongkok, Prabowo juga mendapat pengakuan dari Prancis atas kemampuan pertahanan Indonesia. Hubungan kedua negara kian erat, terlihat dari partisipasi Indonesia dalam parade Bastille Day 2025 dan kesepakatan kerja sama industri pertahanan, termasuk transfer teknologi, produksi bersama, serta pengadaan jet tempur dan kapal selam. 

“Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak,” tegas Prabowo, menegaskan prinsip politik luar negeri bebas aktif yang memadukan kekuatan militer dengan diplomasi untuk menjaga perdamaian dan stabilitas.