Periskop.id - Perdana Menteri Vietnam, Pham Minh Chinh, menyatakan bahwa pemerintahnya menargetkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai rekor, sekurang-kurangnya 10% pada tahun 2026. Target ambisius ini didasarkan pada keyakinan bahwa ekonomi Asia Tenggara tersebut terbukti tangguh meskipun menghadapi tekanan dari berbagai guncangan eksternal.

Dilansir oleh Reuters pada Senin (20/10), Chinh menyampaikan target tersebut saat pembukaan masa sidang parlemen yang baru. Untuk tahun ini, pertumbuhan Vietnam diperkirakan sebesar 8%, dan pemerintah akan tetap berpegang pada target pertumbuhan di atas 8%.

"Ekonomi Vietnam terbukti cukup kuat untuk menahan guncangan eksternal, tetap menjadi salah satu yang tumbuh paling cepat di dunia,” ujar Chinh kepada parlemen.

Masa sidang parlemen ini, yang berlangsung hingga 11 Desember, sangat penting karena akan mencakup pemungutan suara atas pengangkatan pejabat pemerintah dan negara, sekaligus mendahului kongres partai krusial yang akan menentukan strategi dan kebijakan utama negara untuk lima tahun ke depan.

Inflasi Terkendali dan Tantangan Struktural

Chinh juga menyampaikan bahwa pemerintah berhasil mengendalikan inflasi. Ia memperkirakan inflasi akan berada di bawah 4% tahun ini, lebih rendah dari target resmi yang ditetapkan sebesar antara 4,5% hingga 5,0%.

Selama sembilan bulan pertama tahun ini, PDB Vietnam tercatat tumbuh 7,85% secara tahunan, meskipun proyeksi dari lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional sedikit lebih konservatif, yakni di kisaran 6,5% hingga 6,6%.

Dalam konteks perdagangan, Chinh memperkirakan nilai perdagangan barang Vietnam akan mencapai US$900 miliar pada 2025. Angka ini ditargetkan tercapai meskipun adanya tarif 20% yang sempat memperlambat ekspor ke Amerika Serikat, khususnya pada produk alas kaki dan tekstil.

Namun demikian, Vietnam juga mengakui menghadapi sejumlah tantangan, termasuk tekanan yang meningkat terhadap stabilitas makroekonomi, volatilitas di pasar emas dan properti, polusi udara, bencana alam, dan kejahatan siber.

"Pembangunan masih sangat bergantung pada tenaga kerja murah dan sumber daya, bukan pada ilmu pengetahuan, teknologi, inovasi, dan transformasi digital,” ujarnya, menyoroti tantangan struktural yang harus diatasi.

Diversifikasi Pasar dan Proyek Infrastruktur Raksasa

Untuk memperkuat fundamental ekonominya, Chinh menegaskan kembali niat Vietnam untuk menandatangani perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) baru tahun depan. FTA baru ini akan dijalin dengan negara-negara di Timur Tengah, Amerika Latin, dan Afrika sebagai upaya strategis untuk mendiversifikasi pasar ekspor.

Di bidang infrastruktur, Vietnam menargetkan untuk memulai konstruksi kereta cepat utara-selatan yang bernilai miliaran dolar pada tahun depan. Selain itu, pemerintah juga berencana meluncurkan layanan internet satelit pada tahun yang sama.