Periskop.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memperluas layanan kesehatan mental, tidak hanya ke puskesmas, tetapi hingga posyandu. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perhatian terhadap kesehatan jiwa ibu, terutama selama masa kehamilan dan setelah melahirkan.

"Jakarta terus memperluas layanan kesehatan mental, dari penyediaan psikolog di puskesmas, konsultasi daring hingga penguatan peran posyandu dan kader kesehatan di tingkat masyarakat," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno di Jakarta, Senin (6/10). 

Dalam kegiatan "Expert Meeting: Pertemuan Pakar Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Ramah Kesehatan Jiwa" di kawasan Jakarta Selatan, Senin, Rano menyampaikan, posyandu harus menjadi ruang aman bagi ibu dan keluarga, salah satunya untuk mendapatkan dukungan emosional. Menurut dia, ibu yang bahagia akan melahirkan generasi yang sehat, kuat, dan cerdas.

Ia memastikan, layanan kesehatan jiwa sudah mulai diintegrasikan ke posyandu sejak 2024 untuk berbagai kelompok usia, mulai dari anak, remaja, hingga lansia. Akan tetapi, dia belum dapat menyebutkan jumlah posyandu di Jakarta yang sudah bisa melayani masalah kesehatan jiwa karena masih dalam pendataan.

Dia melanjutkan, para kader di posyandu pun kini tidak hanya melayani gizi dan imunisasi, tetapi juga memberikan edukasi serta dukungan awal bagi warga yang membutuhkan bantuan psikologis. Menurutnya, inovasi tersebut menunjukkan Jakarta bukan hanya berupaya menurunkan angka stunting, tetapi juga membangun generasi yang sehat secara fisik, mental, dan sosial.

"Sebab kesehatan jiwa adalah fondasi dari kehidupan yang produktif dan bahagia," tutur Rano.

Dia menambahkan, Pemprov DKI Jakarta berkomitmen membangun sistem pelayanan kesehatan yang semakin adaptif, cerdas, dan inklusif. Salah satu langkah yang telah ditempuh, yaitu menghadirkan Smart Posyandu. Rano yakin, inovasi layanan berbasis teknologi itu dapat mempercepat pelayanan, meningkatkan akurasi data serta memperkuat peran kader dalam edukasi dan pendampingan masyarakat.

"Mari kita jadikan setiap Posyandu sebagai ruang yang ramah anak, ramah ibu, dan ramah kesehatan jiwa," pungkasnya.

Dana Operasional
Sementara itu, Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Chicha Koeswoyo mendorong dana operasional kader posyandu juga bisa naik, seperti halnya Dasawisma untuk mencegah terjadinya kesenjangan.

"Biaya operasional mereka (kader posyandu) adalah Rp300 ribu. (Dana operasional) Dasawisma di DKI saat ini naik, tapi posyandu belum. Ini lagi mau kita dorong juga, padahal pekerjaannya juga banyak (kader posyandu)," kata Chicha.

Dia mengatakan kader posyandu bertugas tidak hanya melayani bayi, tetapi juga lansia di waktu yang sama. Hal itu seperti dia temukan di kawasan Radio Dalam, Cipete, Jakarta Selatan yang menjadi daerah pemilihannya (dapil).

Terlebih, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta saat ini juga menghadirkan layanan kesehatan jiwa di posyandu, sehingga menambah daftar pekerjaan para kader.

"Sekarang posyandu terintegrasi, berarti butuh ahli di dalam posyandu itu. Tetapi yang saya lihat, mereka (kader posyandu) adalah dasawisma juga, jumantik juga, posyandu juga, multijob," kata Chicha.

Terkait layanan kesehatan jiwa, Komisi E DPRD bersama Pemprov DKI terus bersinergi agar dapat layanan tersebut dapat dimanfaatkan warga Jakarta.

"Berkali-kali kami (Komisi E DPRD) dalam rapat komisi, bahwa Dinas PPAPP DKI, Dinas Kesehatan DKI semua bersinergi untuk memberikan pelayanan yang luar biasa tentang kesehatan jiwa," kata dia.

Sebelumnya, per Juli 2025, Pemprov DKI resmi menaikkan dana operasional kader Dasawisma dari semula Rp500 ribu menjadi Rp750 ribu per bulan sebagai bentuk apresiasi atas kerja mereka. Kenaikan dana operasional tersebut menjadi bagian dari program percepatan 100 hari kerja atau "quick wins" program Gubernur Jakarta Pramono Anung dan Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno.

Adapun kader dasawisma di Jakarta kini berjumlah sekitar 76.114 orang dan terus aktif mendata keluarga, menyebarkan informasi pada masyarakat hingga menggerakkan masyarakat.