Periskop.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan mempertimbangkan usulan masyarakat untuk mengenakan tarif untuk Mikrotrans atau JakLingko, dibandingkan harus menaikkan tarif Transjakarta.
“Jadi, kadang kala, kita kasih gratis pun salah. Tapi nggak apa-apa, masukan itu akan kami pertimbangkan,” kata Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo saat dijumpai di Balai Kota, Kamis (30/10).
Kendati demikian, Pramono memang mengakui banyak keluhan masyarakat terkait pelayanan JakLingko. Seperti pengemudi ugal-ugalan, tidak ramah kepada penumpang, hingga membawa keluarga ikut bekerja.
Atas keluhan tersebut, masyarakat pun mengusulkan agar sebaiknya JakLingko yang sebelumnya gratis nantinya dipungut tarif. Hal ini diharapkan sopir atau pramudi JakLingko tak lagi berlaku seenaknya karena kerap membuat penumpang tak nyaman.
“Memang, Mikrotrans ini, kami juga nggak mau seakan-akan sekarang menjadi milik pribadi. Di lapangan seperti itu. Nyetir bawa keluarganya, anaknya ada di sampingnya. Nggak boleh terjadi, tetap harus bekerja profesional,” jelas Pramono.
Sementara itu, besaran kenaikan tarif Transjakarta juga masih dikaji oleh Pemerintah Jakarta. Namun, Pramono memastikan kenaikan tarif pasti akan terjadi.
Menurut Pramono, meskipun tarif saat ini masih berlaku, beban subsidi yang ditanggung Pemprov DKI cukup besar. Pemerintah, katanya, harus menanggung subsidi hingga Rp9.700 per tiket.
Kondisi ini kian terasa berat mengingat dana bagi hasil (DBH) dari pemerintah pusat untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada 2026 dipangkas hingga Rp15 triliun.
“Kami sedang memfinalkan untuk itu. Sebenarnya di tarif yang lama pun, kami sudah memberikan subsidi per tiket Rp9.700. Kan terlalu berat, kalau terus-menerus seperti itu apalagi DBH-nya dipotong,” kata Pramono.
Terlebih lagi, Pramono juga sempat mengklaim, sebagian besar tarif transportasi umum di Jakarta merupakan yang paling murah dibandingkan dengan daerah lainnya.
Kebijakan Strategis
Sebelumnya, anggota DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth menyebutkan, rencana kenaikan tarif Transjakarta merupakan kebijakan strategis yang perlu dipahami, dalam konteks keberlanjutan layanan transportasi publik di ibu kota.
"Keputusan ini bukan semata soal menaikkan tarif, tetapi tentang memastikan keberlangsungan dan peningkatan kualitas sistem transportasi publik kita," kata Kenneth di Jakarta, Rabu.
Kenneth pun mendukung penuh rencana Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang tengah mempertimbangkan kenaikan tarif bus Transjakarta. Pria yang akrab disapa Bang Kent itu menjelaskan, saat ini sistem transportasi publik seperti Transjakarta masih menanggung beban subsidi yang cukup besar dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Ia menyebut, subsidi per tiket sudah mencapai angka di atas Rp9.000 per penumpang. Menurutnya, model tarif seperti ini kurang mencerminkan pemulihan biaya yang sehat dalam jangka panjang.
“Jika subsidi terus dibiarkan tanpa evaluasi, dikhawatirkan akan mengganggu kemampuan pemerintah dalam menjaga kualitas layanan, memperluas jaringan, dan menambah armada baru," ujar Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta itu.
Bang Kent menegaskan, dukungannya terhadap kenaikan tarif bukan tanpa syarat. Ia berharap kebijakan tersebut dilaksanakan secara bertahap dan disertai dengan peningkatan mutu layanan, serta perlindungan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Ia juga mendorong agar Pemprov DKI mengedepankan transparansi dalam proses komunikasi kepada public, karena warga perlu memahami alasan di balik penyesuaian tarif tersebut.
"Warga harus tahu bahwa kenaikan ini bukan semata untuk meningkatkan pendapatan, tetapi untuk memperkuat sistem, mulai dari peremajaan armada, termasuk bus listrik, pemeliharaan halte, peningkatan frekuensi layanan, hingga perluasan rute ke wilayah yang belum terjangkau," tuturnya.
Bang Kent pun menekankan pentingnya melibatkan masyarakat dalam proses pembahasan kebijakan. Ia meminta agar DPRD DKI Jakarta membuka ruang dialog bagi publik dan memastikan kebijakan berjalan dengan mekanisme pengawasan yang baik.
Meski mendukung, dia mengingatkan, kenaikan tarif bukan solusi tunggal untuk memperbaiki sistem transportasi publik di Jakarta. ia menyebut, pemerintah tetap harus mencari efisiensi operasional, seperti digitalisasi tiket, optimasi rute, serta penguatan integrasi antarmoda transportasi.
“Selain itu, kerja sama dengan pihak swasta juga dari segi non farebox juga di anggap penting agar beban tarif tidak terlalu berat bagi pengguna," ucapnya.
Dia pun mengusulkan agar Pemprov DKI Jakarta juga bisa memberikan fasilitas gratis bagi para guru dalam menggunakan layanan bus Transjakarta. Menurut dia, kebijakan ini akan menjadi bentuk penghargaan nyata terhadap peran besar guru dalam mencerdaskan generasi muda Jakarta.
Tinggalkan Komentar
Komentar