Periskop.id- Serikat Pekerja PT Transjakarta yang tergabung dalam Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Dirgantara Digital dan Transportasi, mendesak manajemen melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap dua atasan. Keduanya diduga melakukan pelecehan terhadap tiga pekerja perempuan.
"Dari pihak korban, meminta kepada kita PUK SPDT FSPMI bahwa pelaku di PHK," tegas Indra Kurniawan, Ketua Serikat PT Transjakarta yang tergabung dalam Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Dirgantara Digital dan Transportasi (PUK SPDT) FSPMI, di depan kantor Transjakarta, Rabu (12/11).
Menurut Indra, PHK merupakan tindakan tegas yang layak untuk sanksi terhadap dua terduga pelaku. Aksi protes dilakukan karena pihak manajemen PT Transjakarta dinilai lamban dan tidak serius menegakkan aturan perusahaan maupun hukum yang berlaku.
Apalagi, kasus ini sudah bergulir sejak Mei 2025. Namun hingga kini belum ada sanksi tegas terhadap para pelaku. Artinya, sudah enam bulan kasus ini berjalan, tapi belum ada tindakan atau sanksi tegas (punishment) sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan undang-undang.
"Terakhir kami dapat kabar, pelaku hanya diberi SP 2. Ini jelas tidak sesuai dengan harapan kami," imbuhnya.
Untuk diketahui, satu korban pelecahan seksual bekerja di bagian Satuan Tugas (Satgas) Transcare, yakni layanan antar-jemput Transjakarta Cares untuk penyandang disabilitas di Jakarta. Sedangkan, dua korban lainnya bertugas sebagai Satgas Transjakarta bidang layanan wisata.
Sedangkan dua terduga pelaku merupakan koordinator lapangan di bidang pelayanan dan pengendalian bus wisata di unit tempat para korban bekerja. Indra menjelaskan, bentuk pelecehan yang dialami korban mencakup tindakan verbal dan nonverbal saat bekerja.
"Pelaku melakukan pemukulan pada bagian tubuh (korban), terus berikutnya, dia menoyor kepala anggota kita. Lalu pelakunya berikutnya, mengajak berhubungan dan sambil menarik pakaian dalam korban," jelas Indra.
Hingga kini, kata dia, pelaku hanya dijatuhi surat peringatan kedua (SP 2) tanpa pemecatan. "Perusahaan sudah memberikan sanksi SP 2 untuk si pelaku. Tetapi dari pihak korban, meminta kepada kami agar pelaku untuk dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK)," ucap Indra.
Korban, kata Indra, saat ini masih dalam keadaan trauma akibat pelecehan yang dilakukan atasannya. Bahkan sempat dibawa ke rumah sakit terdekat ke bagian psikiater (kejiwaan). "Dia masih syok dan takut," serunya.
Indikasi Dilindungi Pimpinan
Menurut Indra, ada indikasi oknum pimpinan yang melindungi pelaku sehingga penanganan kasus terkesan berlarut-larut.
"Kami menduga ada atasan yang melindungi dua pelaku ini. Karena itu kami mempertanyakan keseriusan manajemen untuk mengusut tuntas kasus pelecehan ini sampai ke akar-akarnya," tegasnya.
Selain mengadakan aksi unjuk rasa, sejatinya PUK SPDT FSPMI juga telah melaporkan kasus ini ke Mabes Polri, untuk ditindaklanjuti dalam aspek ketenagakerjaan dan dugaan tindak pidana pelecehan seksual.
"Korban sudah kami bawa ke Mabes Polri. Kami minta pelaku dipecat, bukan cuma diberi SP. Kami ingin ada efek jera dan perlindungan nyata bagi pekerja perempuan," imbuhnya.
Selain menuntut penegakan hukum atas kasus pelecehan seksual, aksi unjuk rasa hari ini juga membawa enam tuntutan utama. Beberapa di antaranya, yakni menuntut pemberhentian (PHK) terhadap dua pelaku pelecehan seksual, menolak ketimpangan atau disparitas upah antara pekerja lama dan baru.
Selain itu, mendesak perusahaan menjalankan anjuran Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) terkait penyesuaian upah yang sudah tertunda lebih dari dua tahun. Lalu, menolak intervensi oknum manajemen yang tidak tunduk pada aturan ketenagakerjaan.
Selanjutnya, meminta Pemprov DKI Jakarta dan Disnakertransgi DKI Jakarta mencopot pejabat Transjakarta yang mengabaikan regulasi. Juga menegakkan transparansi dalam proses mediasi dan penyelesaian sengketa industrial.
Indra menyebutkan, selama dua hari berturut-turut pihak serikat sudah melakukan mediasi dengan manajemen Transjakarta, namun belum ada satu pun tuntutan yang disepakati.
Manajemen dinilai tidak berani ambil sikap tegas. "Karena itu hari ini kami mulai dengan aksi unjuk rasa. Tapi kalau sampai sore tidak ada keputusan, kami akan evaluasi dan bisa lanjut ke tahap mogok kerja," tuturnya.
PUK SPDT FSPMI juga meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan Disnakertransgi DKI Jakarta, untuk turun tangan menertibkan manajemen Transjakarta yang dinilai abai terhadap peraturan.
"Kami minta Pemprov dan Disnaker mencopot oknum-oknum manajemen Transjakarta yang tidak taat aturan. Jangan sampai perusahaan milik daerah ini justru melanggar hukum ketenagakerjaan," ujar Indra.
Aksi yang digelar hari ini pun disebutnya sebagai tahap awal dari rangkaian perjuangan serikat pekerja. Jika tidak ada hasil konkret, mereka mengancam akan melakukan mogok kerja massal sebagai bentuk protes atas ketidakadilan yang terjadi di lingkungan PT Transjakarta.
Zero Tolerance
Menjawab tuntutan tersebut, Kepala Departemen Humas dan CSR PT Transjakarta, Ayu Wardhani di Jakarta, Rabu menuturkan, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) menegaskan komitmennya terhadap prinsip zero tolerance atau tanpa toleransi terhadap segala bentuk kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan kerja.
Transjakarta menurutnya menentang segala bentuk kekerasan seksual dan telah melakukan berbagai kampanye, baik secara internal maupun eksternal. "Kami memiliki komitmen 'zero tolerance'," tegasnya.
Pernyataan ini disampaikan menyusul adanya unjuk rasa sejumlah karyawan yang menyoroti dugaan kasus pelecehan di internal Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta bidang transportasi tersebut. Ayu menegaskan, pihaknya selama ini konsisten melakukan berbagai langkah pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, baik melalui edukasi internal maupun kampanye eksternal.
Menurut Ayu, manajemen perusahaan telah menindaklanjuti salah satu isu yang turut disinggung dalam tuntutan aksi hari ini. Karyawan yang terlibat dalam pelanggaran etik telah dijatuhi sanksi disiplin sesuai dengan ketentuan perusahaan yang berlaku.
Penegakan aturan juga dilakukan secara objektif dengan mengedepankan asas keadilan bagi semua pihak. "Terkait salah satu isu yang disinggung dalam tuntutan demo hari ini, karyawan yang bersangkutan sudah mendapat sanksi disiplin sesuai peraturan perusahaan yang berlaku," ucapnya.
Ia melanjutkan, Mmanajemen Transjakarta tetap membuka ruang untuk evaluasi dan peninjauan ulang, apabila muncul bukti baru atau terdapat pihak yang merasa belum puas dengan hasil proses sebelumnya.
"Kami juga berkomitmen selalu berada di sisi korban jika kasus ini dibawa ke ranah hukum," ujarnya.
Selain menegaskan komitmen perlindungan terhadap korban, Ayu juga menyampaikan, perusahaan menghormati hak setiap karyawan untuk menyampaikan pendapat secara damai. Pihak manajemen telah memberikan dispensasi bagi pekerja yang hari ini turun ke lapangan untuk menyuarakan aspirasi mereka di kantor pusat.
"Kami menghargai hak karyawan untuk menyampaikan aspirasi. Manajemen telah memberikan dispensasi bagi karyawan yang hari ini turun untuk menyuarakan pendapatnya di kantor pusat," tandasnya.
Sekadar infirmasi, Transjakarta memiliki tujuh serikat pekerja yang berfungsi sebagai wadah komunikasi antara karyawan dan manajemen. Keberadaan serikat pekerja tersebut menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga hubungan industrial yang sehat dan dialogis di tubuh perusahaan.
"Perlu diketahui, di Transjakarta ada tujuh serikat pekerja. Mereka menjadi mitra strategis perusahaan dalam menyampaikan aspirasi dan mencari solusi terbaik bagi kepentingan bersama," ujar Ayu.
Ayu mengungkapkan, pada Desember mendatang, Transjakarta juga akan memulai proses perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang baru. Forum ini menjadi sarana resmi dan efektif untuk membahas berbagai aspirasi karyawan secara konstruktif dan transparan.
"Bulan Desember nanti, kami akan memulai perundingan PKB terbaru, yang merupakan sarana resmi dan efektif untuk menyampaikan serta membahas seluruh aspirasi secara konstruktif," ungkap Ayu.
Tinggalkan Komentar
Komentar