Periskop.id - Kementerian Agama (Kemenag) menekankan Kantor Urusan Agama (KUA) tidak hanya menjadi lembaga pencatat pernikahan. KUA diminta aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pernikahan tercatat.
"KUA perlu hadir tidak hanya sebagai lembaga pencatat, tetapi juga sebagai pusat literasi keluarga. Di sinilah peran KUA menjadi strategis untuk membimbing masyarakat memahami pentingnya pernikahan yang sah dan tercatat," ujar Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Abu Rokhmad di Jakarta, Senin (6/10).
Dia menegaskan, pencatatan nikah bukan sekadar urusan administrasi, akan tetapi bentuk tanggung jawab negara dalam memberi kepastian dan perlindungan hukum terhadap setiap warga. Karena itu a berharap, para penghulu dan penyuluh agama juga turut aktif melakukan pendekatan persuasif dan edukatif kepada masyarakat, agar dapat menumbuhkan kesadaran ketimbang pendekatan administratif semata.
"Kita ingin masyarakat merasa bahwa pencatatan nikah itu bukan beban, melainkan kebutuhan," ucapnya.
Kemenag juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam mendukung program pencatatan pernikahan. Menurutnya, KUA memiliki daya jangkau yang kuat untuk mengedukasi dan menggerakkan masyarakat agar mencatatkan pernikahannya secara resmi.
Dia mengakui, masih banyak tantangan dihadapi KUA, termasuk fenomena anak muda yang sering tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan secara sah. Kondisi ini, diakuinya perlu mendapat perhatian serius karena berdampak terhadap keberlangsungan rumah tangga dan perlindungan hukum bagi anak.
Untuk itu, ia mengapresiasi langkah KUA yang terus berinovasi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat, seperti melalui edukasi pranikah, penyuluhan hukum keluarga, serta kolaborasi dengan tokoh agama dan pemerintah daerah.
"KUA harus mengetahui secara pasti berapa angka pernikahan di wilayahnya. Pak Menteri meminta agar layanan KUA benar-benar berdampak, termasuk dalam meningkatkan angka pencatatan nikah dan menekan tren pernikahan yang tidak tercatat," tuturnya.
Menekan Perceraian
Sebelumnya, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag Cecep Khairul Anwar menyatakan, KUA sudah semestinya menjadi simpul utama ketahanan keluarga, bukan hanya sebagai tempat akad pernikahan semata.
"KUA jangan lagi diposisikan hanya sebagai tempat akad. Ia harus menjadi rumah mediasi, tempat rekonsiliasi, dan simpul utama ketahanan keluarga," jelasnya.
Cecep mengatakan, maraknya persoalan rumah tangga dan meningkatnya angka perceraian, mendorong Kemenag untuk memperkuat kapasitas penghulu dalam fungsi mediasi keluarga.
Ia menekankan reposisi peran penghulu di tengah kompleksitas dinamika sosial. Menurutnya, penghulu adalah tokoh strategis yang tidak hanya memiliki otoritas religius, tetapi juga kapasitas profesional untuk mendampingi dan memediasi konflik keluarga.
"Kita ingin para penghulu tampil sebagai penjaga harmoni, karena menjaga keluarga tetap utuh berarti menjaga ketahanan bangsa," kata dia.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Kepenghuluan M. Afief Mundzir menjelaskan, Kemenag telah menggelar pelatihan peningkatan kompetensi penghulu, agar mereka bisa memiliki kapasitas sesuai kebutuhan di lapangan. Materi yang diberikan meliputi regulasi dan prosedur mediasi, teknik negosiasi, serta keterampilan menggali kepentingan pihak yang berkonflik.
"Kami ingin para penghulu bisa menyusun akta perdamaian, bukan hanya akta nikah. Ini bagian dari layanan integratif yang dibutuhkan masyarakat hari ini," cetusnya.
Saat itu, pelatihan dilengkapi simulasi penanganan kasus dengan fasilitator berlisensi BP4 yang diakui Mahkamah Agung. Langkah ini diharapkan membekali peserta dengan sensitivitas sosial, kecermatan hukum, dan empati dalam menangani masalah keluarga.
"Dengan pendekatan ini, penghulu tidak lagi pasif, tetapi hadir sebagai problem solver di tengah masyarakat," tandasnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar