Periskop.id - Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq telah menetapkan lebih dari 260 kabupaten/kota dalam kondisi kedaruratan sampah. Penetapan status ini sejatinya dilakukan untuk mempercepat penangannanya termasuk menggunakan teknologi ramah lingkungan.

"Menteri telah menetapkan hampir lebih dari 260 kabupaten/kota dalam status darurat sampah. Ini memastikan segala upaya untuk bisa ditangani," kata Hanif usai Refleksi Satu Tahun KLH/BPLH di Jakarta, Senin (20/10). 

Status kedaruratan sampah itu sesuai dengan konteks Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, dengan penetapannya dilakukan oleh menteri.

Dengan penetapan kedaruratan sampah, maka akan memudahkan semua instrumen pembiayaan masuk untuk pemanfaatan teknologi demi mengurangi dan mengelola sampah. Termasuk potensi penggunaan Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) atau waste to energy.

"Jadi waste to energy itu menggunakan dana Danantara yang cukup besar. Sehingga harus ada kedaruratan yang melingkupi, jadi yang telah kita tetapkan sebagai darurat sampah ini memungkinkan untuk dilakukan penanganan dari semua lini," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Hanif sudah menyerahkan laporan tujuh lokasi yang direkomendasikan untuk PSEL kepada CEO Badan Pengelola Investasi Danantara Rosan Perkasa Roeslani setelah melakukan verifikasi lapangan.

Ketujuh wilayah tersebut yaitu Yogyakarta Raya, meliputi Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Lalu, wilayah Denpasar Raya meliputi Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.

Kemudian, wilayah Bogor Raya meliputi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kota Depok. Lalu, wilayah Bekasi Raya meliputi Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi.

Selain itu, wilayah Tangerang Raya meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Tangerang. Selanjutnya, wilayah Medan Raya meliput Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Serta wilayah Semarang Raya meliputi Kota Semarang dan Kabupaten Semarang.

Menurutnya, rekomendasi gelombang kedua untuk lokasi PSEL tengah dipersiapkan. 

107 Perusahaan

Sebelumnya, Danantara sendiri mengungkapkan terdapat 107 perusahaan yang telah menyatakan minat untuk andil dalam Proyek “Waste to Energy” atau pembangunan stasiun Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di Indonesia.

Dari 107 perusahaan itu, Chief Executive Officer (CEO) Danantara Indonesia Rosan Roeslani merinci, sebanyak 53 perusahaan dari dalam negeri, dan sebanyak 54 perusahaan dari luar negeri.

“Dari Jepang, dari China, dari Belanda, dari Jerman, dari Singapura, mereka yang besar-besar ikut. Dan rata-rata memang mereka pemain-pemain besar, baik di negara masing-masingnya,” ungkapnya, Kamis (16/10). 

Terkait proses seleksi, Rosan memastikan Danantara Indonesia akan menjalankan prosesnya secara transparan dan terbuka, supaya mendapatkan perusahaan yang terbaik untuk menyelesaikan pembangunan proyek dalam kurun waktu 2 tahun.

“Target memang kita sampaikan dalam waktu 2 tahun pembangunan ini sudah harus selesai,” ujar Rosan.

CIO Danantara Indonesia Pandu Patria Sjahrir menambahkan, Danantara Indonesia menargetkan untuk menyelesaikan proses lelang tersebut selama 6 sampai 8 pekan ke depan.

Ia memproyeksikan peluncuran Proyek Waste to Energy dapat dilakukan pada akhir 2025, yang mana tahap awal akan dibangun di 10 kota yaitu Tangerang, Bekasi, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Bali, serta Makassar.

Secara keseluruhan, nantinya terdapat 33 proyek yang akan dikembangkan dengan nilai investasi sekitar US$150 juta hingga US$200 juta (Rp2,49 hingga Rp3,32 triliun, kurs = Rp16.580) per proyek.

Strategi Serius

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB) Prof Wardana menyebut, pembangunan instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) atau waste to energy (WtE) menjadi strategi pemerintah dalam menciptakan ketahanan energi nasional.

"Ini (PSEL) merupakan strategi yang serius dari pemerintah untuk ketahanan energi kita, karena akan meningkatkan pasokan listrik dalam negeri," tuturnya. 

Menurut dia pemerintah saat ini harus benar-benar serius merealisasikan pembangunan instalasi PSEL, selain mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang lain untuk diolah menjadi energi ramah lingkungan, seperti panas bumi dan air. "Jangan pernah berhenti, pembangkit ini harus dibangun," ucapnya.

Selain untuk menciptakan ketahanan energi, pembangunan PSEL melalui program WtE menjadi sangat penting, karena akan menjadi terobosan dalam menyelesaikan persoalan sampah secara efisien. Dia menjelaskan, timbunan sampah di masing-masing tempat pembuangan akhir bisa langsung diproses dengan cepat melalui cara dibakar dan diubah menjadi energi listrik.

Ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Dia menambahkan, apabila persoalan sampah bisa ditangani maksimal, maka dampaknya akan mempengaruhi kelestarian ekosistem lingkungan dan kesehatan masyarakat, khususnya bagi mereka yang tinggal di dekat TPA maupun tempat pembuangan sementara (TPS).

"Metan itu menyebabkan pemanasan global, sama dengan CO2 atau karbon dioksida. Jadi persoalan kesehatan dan pemanasan bisa dihentikan, tentu kita juga mendapatkan listrik," ujarnya.

Salah satu daerah yang diproyeksikan menjadi lokasi pembangunan instalasi PSEL adalah Kota Malang, dengan jangkauan hingga ke dua wilayah Malang Raya lainnya, yakni Kota Batu dan Kabupaten Malang. Lokasi pembangunan PSEL di Kota Malang direncanakan akan ditempatkan di TPA Supit Urang. Hal itu berdasarkan usulan Pemerintah Kota (Pemkot) setempat kepada pemerintah pusat.