Periskop.id- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid secara khusus meminta perhatian kepala daerah, untuk memberikan kebijakan afirmatif bagi masyarakat miskin ekstrem. Salah satunya lewat pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Masyarakat miskin ekstrem yang dimaksud ialah mereka yang masuk dalam Desil 1, Desil 2, dan Desil 3 dalam Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). "Saya minta tolong kepada kepala daerah buatkan peraturan, entah bentuknya perda atau keputusan kepala daerah untuk membebaskan BPHTB bagi masyarakat dalam kategori kemiskinan ekstrem," ujar Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid pada Rapat Koordinasi Penyelesaian Isu-isu Strategis Pertanahan di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (13/11).
Menurutnya, kebijakan tersebut tidak hanya meringankan beban warga miskin, tetapi juga menjadi ladang sosial dan amal jariah bagi para pemimpin daerah. "Kami di pusat mempermudah sertifikatnya, sementara daerah bisa bantu rakyatnya dengan membebaskan BPHTB," lanjut Nusron.
Ia mencontohkan, beberapa daerah di Indonesia telah lebih dahulu menerapkan kebijakan serupa, melalui peraturan kepala daerah, sehingga proses legalisasi tanah masyarakat berjalan lebih cepat dan efisien. Menteri ATR/BPN juga menyinggung pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam program Reforma Agraria sesuai amanat Perpres Nomor 62 Tahun 2023.
"Gubernur dan bupati/wali kota itu ex officio sebagai Kepala Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). Kami di BPN menyiapkan lahannya, tapi keputusan lokasi dan subjek penerima harus dibahas bersama agar tepat sasaran," jelasnya.
Konflik Tanah di Daerah
Ia mengingatkan, banyak konflik tanah di daerah yang terjadi karena penetapan penerima lahan tidak sesuai kriteria, sehingga bisa berimplikasi hukum bagi aparat maupun pejabat daerah.
"Ini, rapatkan GTRA di masing-masing daerah. Putuskan wilayahnya, siapa penerimanya, supaya Reforma Agraria ini benar-benar menyentuh masyarakat yang berhak," ujar Nusron.
Dalam forum tersebut, Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menilai persoalan klasik yang kerap muncul di daerah, yaitu banyaknya lahan pemerintah. Seperti sekolah, kantor kelurahan, maupun fasilitas publik lainnya yang hanya tercatat secara administratif, namun belum terdaftar secara resmi di sistem pertanahan nasional.
"Sering kali lahan-lahan pemerintah, terutama sekolah dan kantor kelurahan, hanya tercatat tapi tidak terdaftar. Padahal aset-aset ini sudah lama digunakan untuk kepentingan publik," ujar Munafri di hadapan Menteri ATR/Kepala BPN.
Munafri kemudian mengusulkan agar pemerintah pusat dapat memberikan kebijakan khusus, berupa sertifikasi otomatis terhadap aset-aset publik yang telah digunakan dalam jangka panjang.
"Kami mengusulkan, jika sekolah atau fasilitas publik telah dikuasai negara dan digunakan untuk kegiatan pendidikan, pemerintahan, maka seharusnya aset itu secara otomatis diberikan sertifikat," lanjutnya.
Menurutnya, kebijakan tersebut penting untuk melindungi aset-aset pemerintah daerah, dari potensi penyalahgunaan atau pengalihan fungsi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tinggalkan Komentar
Komentar