Periskop.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan keprihatinan sekaligus sikap tegas terhadap perilaku seorang da’i yang terekam mencium anak perempuan di depan umum, sebuah insiden yang viral di media sosial. KPAI menilai tindakan tersebut telah melanggar prinsip fundamental perlindungan anak.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Waktu Luang, Budaya, dan Agama, Aris Adi Leksono, menegaskan bahwa tindakan seperti itu tidak dapat dibenarkan, meskipun dianggap sebagai ekspresi kasih sayang oleh sebagian pihak.

“KPAI menilai bahwa perilaku demikian tidak pantas dilakukan, melanggar norma sosial, norma agama, dan prinsip perlindungan anak,” ujar Aris Adi Leksono di Jakarta, Kamis (13/10), seperti dikutip oleh Antara.

Berpotensi Melanggar UU Perlindungan Anak dan UU TPKS

KPAI menekankan bahwa tindakan mencium anak di ruang publik berpotensi memasuki ranah pelanggaran hukum, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

UU tersebut mendefinisikan tindak pidana kekerasan seksual mencakup setiap bentuk tindakan fisik atau nonfisik yang bersifat seksual dan dilakukan tanpa persetujuan korban, termasuk mencium atau menyentuh bagian tubuh anak dengan konotasi seksual.

KPAI menilai tindakan tersebut, meskipun mungkin tanpa niat jahat, dapat mengarah pada kekerasan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf (a) UU TPKS, karena berpotensi merendahkan atau melecehkan martabat anak. Tindakan itu juga berisiko memicu trauma atau kebingungan pada anak terkait batas tubuh dan rasa aman dirinya.

Selain itu, Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak melarang setiap orang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang memaksa anak melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Pedoman Batas Tubuh dan Norma Agama

Dari perspektif norma agama, Aris menekankan bahwa semua agama mengajarkan penghormatan terhadap martabat anak. Dalam ajaran Islam, misalnya, terdapat adab jelas dalam memperlakukan anak untuk mencegah keraguan moral.

"Tindakan mencium anak di ruang publik, apalagi disertai sorotan media, dapat memberikan contoh yang keliru dan mengaburkan batas antara kasih sayang dan pelanggaran privasi tubuh anak,” tegas Aris.

KPAI memberikan pedoman tegas: bagian tubuh anak yang tidak boleh disentuh orang lain, kecuali orang tua untuk alasan perawatan atau kesehatan, meliputi bagian tubuh yang tertutup pakaian dalam, serta bibir dan area wajah tanpa izin anak.

Rekomendasi dan Pencegahan

KPAI mendesak agar aparat penegak hukum (APH), Kementerian Agama, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera melakukan klarifikasi serta asesmen perlindungan anak. Hal ini bertujuan untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran hukum dan menjamin keamanan psikologis anak yang bersangkutan.

Untuk pencegahan, KPAI merekomendasikan tiga hal, yakni:

  • Lembaga keagamaan dan pendidikan didorong memperkuat edukasi perlindungan tubuh (body safety education) dalam kurikulum karakter dan agama.
  • Orang tua diimbau mengajarkan anak memahami batas tubuh (body boundaries) dan berani menolak sentuhan atau ciuman yang tidak nyaman.
  • Media dan masyarakat diminta tidak menyebarluaskan ulang video atau gambar yang berkaitan dengan kasus tersebut.

“Perlindungan anak tidak mengenal siapa pelaku atau status sosialnya. Prinsip utama yang harus dipegang adalah kepentingan terbaik bagi anak,” pungkas Aris.