periskop.id - Ketika Ducati memperkenalkan Panigale V4 2025, banyak mata langsung tertuju pada satu hal: hilangnya lengan ayun satu sisi yang selama ini menjadi ciri khas. Keputusan itu seolah menandai berakhirnya sebuah era desain yang ikonik.

Lengan ayun satu sisi, atau single-sided swingarm, selama puluhan tahun dianggap sebagai karya mekanis yang membawa estetika. Dari sudut tertentu, roda belakang tampak melayang tanpa penopang, sebuah ilusi yang membuat motor sport terlihat lebih dramatis.

Sulit membayangkan Honda RC30 tahun 1987 tanpa roda belakang mengambang berdiameter 18 inci. Begitu pula Ducati 916 tahun 1994, yang desainnya menjadi tonggak sejarah berkat kombinasi garis tegas dan lengan ayun satu sisi.

Namun, apa sebenarnya lengan ayun satu sisi itu? 

Secara sederhana, ia adalah bagian rangka yang menahan roda belakang dari satu sisi saja. Fungsinya sama dengan lengan ayun ganda, memungkinkan roda bergerak naik-turun untuk menyerap guncangan.

Sejarahnya panjang. Motor-motor awal abad ke-20 bahkan tidak punya suspensi belakang, hanya rangka kaku. Baru pada 1930-an, lengan ayun mulai populer, biasanya dengan dua peredam kejut di kiri dan kanan.

Memasuki 1980-an, teknologi berkembang. Lengan ayun kotak dari aluminium ringan dipadukan dengan sistem monoshock tunggal. Desain ini lebih ringkas, lebih efisien, dan membuka jalan bagi eksperimen baru, termasuk single swingarm.

Single swingarm memiliki dua keunggulan utama. Pertama, memungkinkan penggantian roda jauh lebih cepat, cukup membuka satu mur besar layaknya mobil. Kedua, tampilan yang bersih dan elegan, memberi nilai estetika yang sulit disaingi.

Honda RC30 menjadi ikon pertama yang benar-benar mempopulerkan konsep ini. Dengan nama ProArm, desain aluminium cor itu lahir dari kolaborasi Honda dengan perusahaan Prancis, ELF, yang sejak 1980-an bereksperimen dengan sasis balap inovatif.

Dari sana, lahirlah generasi motor lain: Honda VFR750, NR750, hingga NSR250R edisi Jepang. Ducati pun ikut terinspirasi, terutama lewat karya Massimo Tamburini yang melahirkan 916, motor yang hingga kini dianggap salah satu motor dengan desain tercantik sepanjang masa.

Triumph, Moto Guzzi, BMW, hingga Kawasaki juga ikut mengadopsi. Triumph Daytona T595, BMW R80G/S dengan sistem Monolever, hingga keluarga H2 supercharged dari Kawasaki, semuanya pernah memanfaatkan daya tarik visual dan teknis lengan ayun satu sisi.

Meski begitu, akar sejarahnya lebih tua. Pada 1949, motor Jerman bernama Imme sudah menggunakannya, disusul Moto Guzzi Galetto pada 1950. BMW kemudian menyempurnakan konsep ini lewat Monolever dan Paralever yang masih dipakai hingga kini.

Lalu, mengapa Ducati kini meninggalkannya? Jawabannya sederhana, biaya dan bobot. Untuk motor berpenggerak rantai, lengan ayun satu sisi lebih berat dan mahal dibanding lengan ganda modern. Dalam dunia performa tinggi, setiap gram dan setiap dolar dihitung.

Meski begitu, bukan berarti ia benar-benar punah. Selama ada motor yang menjual citra dan gaya, seperti Triumph Speed Triple, Kawasaki H2, atau Ducati Diavel lengan ayun satu sisi masih punya tempat. 

Bagi Ducati, single swingarm mungkin tak lagi jadi standar, tapi tetap hidup sebagai simbol keindahan teknik dan desain pada beberapa produknya.