Periskop.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami inflasi sebesar 0,21% secara bulanan (month-to-month/mtm) pada September 2025. Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah dalam jumpa pers "Rilis Berita Resmi Statistik" di Jakarta, Rabu (30/9) mengatakan, Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami kenaikan dari 108,51 pada Agustus 2025 menjadi 108,74 pada September 2025.

“Adapun secara tahunan, inflasi mencapai 2,65% year-on-year (yoy), dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 108,74. Sedangkan secara tahun kalender, inflasi sebesar 1,82% year-to-date (ytd),” ujarnya. 

Inflasi September 2025 (mtm) utamanya didorong oleh inflasi komponen inti. “Komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,18% dengan andil 0,11%," tuturnya. 

Inflasi y-on-y terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian

besar indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan, minuman, dan tembakau

sebesar 5,01%. Kemudian, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,79%, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 1,64%, kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,30 %, kelompok kesehatan sebesar 2,01%, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 1,07%.

Lalu, kelompok pendidikan sebesar 1,15 %, kelompok penyediaan makanan dan minuman/ restoran sebesar 1,80%, serta kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 9,59%. Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, yaitu: kelompok transportasi sebesar 0,15% dan kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,31%.

Komoditas yang dominan memberikan andil/sumbangan inflasi y-on-y pada September 2025,

antara lain: beras, bawang merah, telur ayam ras, cabai merah, tomat, daging ayam ras, ikan

segar, kelapa, kopi bubuk dan minyak goreng. Kemudian, sigaret kretek mesin (SKM), sigaret kretek tangan (SKT), sigaret putih mesin (SPM), tarif air minum PAM, bahan bakar rumah tangga, sewa rumah, mobil, uang kuliah akademi/PT, nasi dengan lauk, dan emas perhiasan.

Sedangkan komoditas yang memberikan andil/sumbangan deflasi y-on-y, antara lain: bawang putih, cabai rawit, kentang, daging babi, sabun detergen bubuk, sabun cair/cuci piring, detergen cair, pengharum cucian/ pelembut, bensin, tarif angkutan udara, tarif kereta api, telepon seluler, dan uang sekolah SMA.

Sementara komoditas yang dominan memberikan andil/sumbangan inflasi m-to-m pada

September 2025, antara lain: cabai merah, daging ayam ras, cabai hijau, sigaret kretek mesin

(SKM), sigaret kretek tangan (SKT), uang kuliah akademi/PT, dan emas perhiasan. Adapun komoditas yang memberikan andil/sumbangan deflasi m-to-m, antara lain: beras, bawang merah, tomat, bawang putih, cabai rawit, ketimun, dan uang sekolah SMA.

“Inflasi provinsi y-on-y tertinggi terjadi di Provinsi Sumatera Utara sebesar 5,32% dengan IHK sebesar 111,11 dan terendah terjadi di Provinsi Papua sebesar 0,99% dengan IHK sebesar 104,94.,” terangnya. 

Sedangkan deflasi provinsi y-on-y terjadi di Provinsi Maluku Utara sebesar 0,17 % dengan IHK sebesar 108,48. Sementara inflasi kabupaten/kota y-on-y tertinggi terjadi di Kabupaten Deli Serdang sebesar 6,81% dengan IHK sebesar 111,99 dan terendah terjadi di Kota Ternate sebesar 0,06% dengan IHK sebesar 108,70. Sedangkan deflasi kabupaten/kota y-on-y terjadi di Kabupaten Halmahera Tengah sebesar 1,21% dengan IHK sebesar 107,5

Koordinasi Pemda

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (Pemda) yang tingkat inflasinya masih tinggi segera berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) hingga Bulog. Mendagri mengatakan koordinasi ini dibutuhkan untuk menemukan penyebab kenaikan inflasi, sekaligus langkah pengendaliannya.

“Tolong duduk bersama dengan BPS setempat, kemudian Bulog, kemudian juga dengan Bank Indonesia yang ada di sana, perwakilan, bila perlu dengan asosiasi pengusaha, seperti Kadin atau Apindo untuk mencari penyebabnya apa,” kata Tito dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa.

Menurut Mendagri, tingginya inflasi di suatu daerah bisa dipengaruhi banyak faktor. Hal itu antara lain keterbatasan pasokan bahan pangan, kenaikan harga yang diatur pemerintah seperti tarif air minum, hingga masalah distribusi akibat cuaca atau hambatan logistik.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan adanya praktik penimbunan barang oleh oknum tertentu. “Itulah perlunya kita melakukan evaluasi,” tuturnya.