Periskop.id - Pariwisata ramah muslim telah mengalami pergeseran signifikan, beralih dari segmen pasar khusus menjadi salah satu tren utama global. Dorongan utama perubahan ini datang dari wisatawan Muslim Indonesia, yang kebutuhan berbasis keyakinan mereka kini memaksa destinasi di seluruh dunia, dari Timur Tengah hingga Asia Timur, untuk beradaptasi.
Sebuah studi mendalam yang dirilis oleh Vero bersama GMO-Z.com Research mengungkap data penting, dimana 89% Muslim Indonesia menempatkan ketersediaan makanan halal sebagai faktor utama dan prioritas tertinggi saat mereka merencanakan perjalanan. Temuan ini langsung memengaruhi strategi destinasi global, seiring dengan meningkatnya minat wisatawan Muslim Indonesia terhadap negara-negara non-Muslim.
Survei ini melibatkan 509 responden Muslim Indonesia berusia 18–45 tahun dengan latar belakang yang beragam, dan menegaskan bahwa ketersediaan makanan halal tidak hanya memengaruhi destinasi yang dipilih, tetapi juga membentuk persepsi mereka tentang keramahan sebuah tempat.
Makanan Halal dan Nilai Penghargaan Budaya
Bagi wisatawan Muslim, kehadiran fasilitas halal di destinasi non-Muslim dipandang sebagai bentuk penghargaan yang mendalam. Diah Andrini Dewi, Executive Director Vero Indonesia, menjelaskan pandangan ini.
“Di negara mayoritas Muslim, ketersediaan fasilitas halal mungkin sudah dianggap hal yang biasa. Namun, ketika negara dengan mayoritas non-Muslim turut menyediakannya, pengalaman itu terasa berbeda. Kehadiran fasilitas halal dipandang sebagai bentuk kepedulian budaya dan rasa menghargai, yang membuat wisatawan Muslim merasa lebih diterima," ungkap Diah.
Diah menambahkan bahwa faktor tersebut kian mendesak.
"Faktor ini semakin penting seiring meningkatnya minat terhadap destinasi non-Muslim seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan, yang kini bersaing ketat dengan negara mayoritas Muslim seperti Malaysia dan Arab Saudi sebagai pilihan utama perjalanan,” jelasnya.
Kebutuhan wisatawan Muslim ternyata sederhana namun penuh makna. Chatrine Siswoyo, Senior Advisor ASEAN Vero, menyoroti aspek pariwisata ramah muslim yang holistik.
“Yang mereka inginkan sebenarnya sederhana namun penuh makna, yakni kesempatan untuk menjelajahi dunia tanpa harus meninggalkan jati diri. Itu berarti ketersediaan makanan halal yang mudah dijangkau, ruang ibadah yang dihormati, serta dukungan teknologi digital yang membuat perjalanan lebih praktis dan nyaman,” ujar Chatrine.
Selain makanan halal, kebutuhan akan akomodasi yang sesuai juga sangat tinggi. Analisis percakapan daring di kalangan komunitas Muslim Indonesia mencatat adanya 7.456.100 kali pencarian untuk akomodasi dan hotel halal antara Agustus 2024 hingga 2025. Angka ini membuktikan bahwa akomodasi halal bukan sekadar soal kenyamanan, tetapi tentang menghadirkan ruang yang layak bagi wisatawan untuk menunaikan ibadah selama perjalanan.
Tuntutan akan Otentisitas dan Transparansi Sertifikasi
Menurut Shinichi Hosokawa, Global CEO GMO-Z.com Research, ekspektasi wisatawan telah meningkat. Kini, sebagian besar wisatawan mencari pengalaman otentik yang menghargai keyakinan mereka.
“Muslim Indonesia tidak hanya membutuhkan makanan halal dan fasilitas ibadah, tetapi juga pengalaman yang autentik, lancar, menyenangkan, sekaligus menghargai keyakinan dan nilai budaya mereka. Brand dan destinasi yang tidak hanya sekadar memenuhi aturan namun mampu memberikan komunikasi yang jelas, sertifikasi yang transparan, serta benar-benar peduli pada gaya hidup dan praktik etis akan lebih mudah meraih kepercayaan dan loyalitas dari segmen yang terus berkembang ini," jelasnya/
Studi ini menyoroti bahwa pariwisata ramah muslim kini menjadi kebutuhan mendesak sekaligus langkah strategis bagi sektor publik dan swasta. Hal ini terlihat dari upaya pemerintah membangun infrastruktur hingga investasi perusahaan food and beverage (F&B), transportasi, dan teknologi dalam fasilitas serta pelayanan yang sesuai dengan standar halal. Semua ini mendorong terbentuknya ekosistem pariwisata global yang lebih inklusif.
Peran Influencer dan Komitmen Global Indonesia
Peran influencer sebagai sumber informasi utama tidak bisa diabaikan, dengan 89% responden survei merujuk kepada mereka. Diah menjelaskan bahwa influencer adalah penghubung budaya.
“Sebagai penghubung budaya, para influencer mampu menjembatani destinasi dengan wisatawan Muslim, membangun kepercayaan di ruang digital, dan menciptakan narasi yang menekankan autentisitas serta inklusivitas.”
Secara global, sektor pariwisata ramah muslim diperkirakan akan tumbuh signifikan dari US$ 256,5 miliar pada 2023 menjadi US$410,9 miliar pada 2032. Dengan Muslim Indonesia mewakili 12% populasi Muslim dunia, langkah strategis Indonesia di masa depan akan sangat menentukan.
Pengembangan pariwisata ramah muslim di Indonesia mencakup penguatan ekosistem, pembangunan infrastruktur, peningkatan kapasitas SDM, serta strategi branding dan promosi global. Gelaran tahunan Halal Indonesia International Industry Expo menjadi wadah penting untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin pasar halal.
Ismi Puspita, Project Manager Halal Indo 2025 di Dyandra Promosindo, menyoroti pentingnya layanan inklusif:
“Seiring pertumbuhan populasi Muslim Indonesia dan semakin selektifnya wisatawan dalam memilih destinasi, penting bagi penyedia layanan untuk menghadirkan infrastruktur dan layanan halal-friendly yang menciptakan pengalaman lebih inklusif bagi semua wisatawan.”
Hariyanto, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata RI, menegaskan komitmen nasional.
“Menjadi halal-friendly bukan sekadar soal label melainkan pengalaman yang dirasakan wisatawan. Di Indonesia, kebijakan sertifikasi halal dan infrastruktur ramah muslim sudah menjadi standar,” ujar Hariyanto.
Namun, pihaknya menyadari bahwa ekspektasi wisatawan terus berkembang, sehingga perlu inovasi dan kemitraan yang lebih baik.
“Kami harus terus berinovasi melalui layanan yang lebih baik, kemitraan yang lebih kuat, serta pengembangan destinasi wisata ramah muslim. Pemerintah bekerja sama dengan berbagai sektor swasta maupun pemerintah daerah untuk mengembangkan pariwisata ramah muslim lebih jauh dan menjadikan pengalaman perjalanan lebih bermakna bagi setiap Muslim,” tutup Hariyanto.
*Untuk informasi lebih lanjut mengenai pengembangan pariwisata ramah muslim di Indonesia, whitepaper lengkapnya dapat diakses di: https://vero-asean.com/whitepaper/halal-tourism-in-indonesia/
Tinggalkan Komentar
Komentar