periskop.id - Kasus bullying (perundungan) di sekolah belakangan mencuat ke publik dan menimbulkan keprihatinan serius di kalangan orang tua, guru, dan pemerintah. Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya penanganan cepat agar kasus serupa tidak terulang dan menimbulkan dampak traumatis bagi siswa. 

Presiden menanggapi kasus perundungan yang menimpa siswa SMPN 19 Tangerang Selatan hingga menimbulkan trauma berat bahkan kematian. Pernyataan itu disampaikan usai peluncuran interactive flat panel (IFP) atau smartboard di SMPN 4 Kota Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/11). 

"Itu harus kita atasi," tegas Prabowo.

Ketua DPR RI, Puan Maharani, juga menyatakan keprihatinannya atas maraknya perundungan di sekolah. Puan meminta DPR bersama pemerintah mengevaluasi seluruh kasus perundungan dan mengambil langkah preventif agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang. 

"Kami dari DPR RI sangat prihatin. Jangan sampai kejadian perundungan yang ada di SD, SMP, SMA, bahkan universitas terulang lagi," kata Puan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11).

Menindaklanjuti kasus ini, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti mengumumkan pembentukan tim khusus penanganan perundungan di sekolah. Tim ini akan melibatkan orang tua, siswa, guru, dan masyarakat untuk mencegah terjadinya perundungan secara efektif. Selain itu, Mendikdasmen akan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) baru untuk memperbaiki regulasi sebelumnya terkait penanganan perundungan dan pengawasan di sekolah.

"Kami akan membentuk tim di sekolah dengan pendekatan lebih humanis, komprehensif, dan partisipatif," ujar Abdul Mu'ti. 

Tim tersebut akan melibatkan orang tua, siswa, dan masyarakat, sehingga kekerasan yang selama ini terjadi tidak terulang lagi di masa depan. 

Berdasarkan laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), kasus perundungan di sekolah melonjak beberapa tahun terakhir.

Di tahun 2023 tercatat 285 kasus, sementara pada 2024 jumlahnya naik menjadi 573 kasus.

Fenomena perundungan tidak hanya terjadi di Indonesia. Riset UNICEF menunjukkan bahwa satu dari tiga siswa di Asia Tenggara pernah mengalami perundungan dalam bentuk fisik, verbal, maupun digital.

Negara-negara seperti Singapura dan Jepang pun mengadopsi kebijakan ketat yang melibatkan konselor sekolah dan program literasi empati untuk menekan angka kejadian perundungan.