Periskop.id - Kementerian Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tengah menyiapkan skema kemitraan, antara pedagang thrifting dan pelaku UMKM yang sudah mapan. Langkah ini diambil sebagai strategi transisi usaha menyusul pelarangan impor baju bekas ilegal.
Wakil Menteri UMKM Helvi Moraza menyatakan, kebijakan ini dilakukan untuk memastikan, kebijakan pemerintah tidak mematikan mata pencaharian masyarakat, melainkan membuka peluang baru yang lebih produktif dan berkelanjutan.
“Prinsipnya, tidak ada kebijakan pemerintah yang mematikan. Justru kami ingin memberikan kemanfaatan lebih luas,” kata Helvi di Jakarta, Rabu (5/11).
Helvi menyebutkan, terdapat sekitar 900 ribu pelaku usaha thrifting di Indonesia. Ia menyadari, mereka memiliki jaringan dan keterampilan yang dapat diadaptasi ke sektor konveksi dan tekstil lokal.
“Kami sudah melakukan pendekatan. Kami berusaha agar mereka mulai bertransisi, dan itu kami mitrakan dengan beberapa UMKM yang sudah berkembang. Misalnya pengusaha konveksi dan sablon di Bandung yang membutuhkan mitra di hilir,” ucap Helvi.
“Kami mengajak teman-teman pedagang thrifting itu masuk ke ekosistem itu,” imbuhnya.
Helvi menuturkan, dalam skema kemitraan ini, pedagang thrifting dapat berperan sebagai distributor, pemasar, atau penyedia bahan baku, tergantung pada keahlian dan kapasitas masing-masing. Ia menyatakan pemerintah juga membuka akses pembiayaan untuk para pedagang thrifting melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa agunan untuk plafon di bawah Rp100 juta.
Sebelumnya, Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyatakan, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan kepada Kementerian UMKM, untuk menyiapkan produk substitusi bagi pelaku usaha thrifting, menyusul kebijakan pelarangan impor pakaian bekas.
Menurut Maman, Presiden menekankan, kebijakan pembatasan tidak boleh berdampak pada hilangnya mata pencaharian masyarakat. Khususnya pelaku usaha mikro yang selama ini menggantungkan pendapatan dari penjualan pakaian bekas.
“Arahan Presiden jelas, penindakan terhadap barang bekas impor harus dibarengi dengan solusi. Jangan sampai setelah ditutup, mereka tidak punya barang jualan lagi,” ujar Maman seusai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/11).
Ia menegaskan, impor pakaian bekas tetap dilarang sesuai regulasi yang berlaku. Namun, pemerintah juga berkomitmen untuk menghadirkan alternatif usaha yang relevan dan berkelanjutan bagi para pedagang thrifting.
Peta Jalan
Di sisi lain, para pedagang thrifting meminta pemerintah menyusun peta jalan yang jelas dan terukur setelah pelarangan impor pakaian bekas ilegal. Hal ini diminta agar pelaku usaha dapat beradaptasi dan menjalankan kegiatan ekonomi mereka.
“Kami berharap pemerintah memberi kesempatan melalui skema pembatasan yang terukur dan aturan main yang jelas,” kata aktivis usaha thrifting dari Gerakan Rakyat Peduli Bangsa (GRPB) Oscar Pendong dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (3/11).
Oscar menegaskan, pelaku usaha thrifting bukan anti-lokal, melainkan bagian dari ekosistem UMKM yang selama ini menggantungkan hidup dari penjualan pakaian layak pakai. Ia menyebut banyak pedagang thrifting juga menjual produk lokal yang belum banyak dikenal masyarakat.
“Kami siap bekerja sama dengan produsen lokal. Faktanya, banyak pedagang thriftingjuga menjual produk lokal yang selama ini belum banyak diketahui masyarakat,” ujarnya.
Oscar menambahkan, para pedagang meminta pemerintah tidak mengambil langkah pelarangan total terhadap praktik penjualan pakaian layak pakai tanpa disertai peta jalan yang jelas. Jika ke depan diperlukan pembatasan yang lebih ketat, mereka berharap kebijakan diterapkan secara bertahap agar pelaku usaha memiliki ruang untuk beradaptasi dan tidak mengalami penutupan mendadak.
Ia juga mendorong adanya pengaturan yang transparan terkait aktivitas thrifting, agar para pedagang dapat membayar pajak dan berkontribusi pada penerimaan negara. Menurut dia, satu kontainer pakaian impor yang ditata secara sah dan sesuai ketentuan berpotensi menghasilkan pemasukan ratusan juta rupiah di tingkat bisnis.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Deputi Bidang Usaha Kecil Kementerian UMKM Temmy Satya Permana mendorong rebranding Pasar Senen yang selama ini dikenal sebagai pusat penjualan barang bekas impor, agar dapat bertransformasi menjadi sentra produk lokal. Ia juga mendorong para pedagang thrifting untuk mulai beralih memperdagangkan produk dalam negeri yang berkualitas.
“Mereka pada dasarnya adalah pengusaha UMKM yang perlu kita bina dan berdayakan. Mereka justru siap bekerja sama dengan brand lokal,” kata Temmy.
Mengutip data GRPB, Temmy menyebut terdapat sekitar 984.000 pedagang thrifting di seluruh Indonesia. Angka itu mencerminkan skala ekonomi yang signifikan, bila ekosistemnya ditata dengan tertib serta diarahkan untuk memperkuat produk lokal dan kepatuhan terhadap regulasi.
Tinggalkan Komentar
Komentar