Periskop.id - Peredaran rokok ilegal di Indonesia masih menjadi ‘benang kusut’ yang memicu kerugian fiskal kolosal bagi negara dan menggerus daya saing industri tembakau legal. Fenomena ini memantik sorotan tajam, mengingat imbas ekonomi dan ancaman ketenagakerjaan yang ditimbulkannya tergolong masif. Riset komprehensif yang dihimpun Periskop dari beragam sumber mengindikasikan bahwa praktik ilegal ini telah melahirkan potensi kerugian ekonomi hingga ratusan triliun rupiah.
Berdasarkan data terbaru dari Pusat Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) FEB UGM, tingkat peredaran rokok ilegal melambung mencapai 6,9% pada 2023, sebuah lonjakan signifikan dari 5,5% pada tahun sebelumnya.
Jejak peredarannya sejak 2010 memperlihatkan tren yang fluktuatif dan mengkhawatirkan. Puncaknya, angka peredaran rokok haram ini pernah menyentuh rekor 12,1% pada tahun 2016. Adapun data rinci mengenai tingkat peredaran rokok ilegal di Indonesia yakni:
Tahun | Tingkat Peredaran Rokok Ilegal |
2010 | 6,1% |
2012 | 8,0% |
2014 | 11,7% |
2016 | 12,1% |
2018 | 7,0% |
2020 | 4,9% |
2022 | 5,5% |
2023 | 6,9% |
Konsumsi Rokok Ilegal di Enam Kota Besar
Peta konsumsi rokok ilegal memperlihatkan jurang disparitas yang mencolok di enam kota besar di Indonesia. Survei Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengungkap variasi prevalensi yang tinggi. Makassar mencatat angka tertinggi dengan 21,5%.
Adapun rincian mengenai prevalensi rokok ilegal di enam kota yakni:
Kota | Prevalensi Konsumsi Rokok Iegal |
Makassar | 21,5% |
Surabaya | 20,6% |
Bandung | 14,8% |
Jakarta | 8,3% |
Medan | 4,3% |
Semarang | 1,9% |
Modus Pelanggaran yang Ditemukan Bea Cukai
Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) mencatat bahwa berdasarkan data per 31 Juli 2024, pelanggaran peredaran rokok ilegal didominasi oleh jenis rokok tertentu dan kategori pelanggaran spesifik.
1. Jenis Rokok yang Paling Banyak Dilanggar
Pelanggaran terbesar berasal dari jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM). Adapun rincian mengenai jenis rokok yang paling banyak dilanggar yakni:
Jenis Hasil Tembakau | Persentase Pelanggaran |
---|---|
Sigaret Kretek Mesin (SKM) | 77,0% |
Sigaret Putih Mesin (SPM) | 18,9% |
Tembakau Iris (TIS) | 0,7% |
Rokok Elektrik (REL) | 0,3% |
Sigaret Kretek Tangan (SKT) | 0,3% |
2. Modus Utama Pelanggaran Rokok Ilegal
Pelanggaran rokok ilegal hampir sepenuhnya disebabkan oleh kategori rokok polos, mencapai lebih dari 95%. Adapun rincian modus utama pelanggaran rokok ilegal didapatkan sebagai berikut:
Kategori Pelanggaran | Persentase Pelanggaran | Keterangan Singkat |
---|---|---|
Polos | 95,4% | Rokok dikemas, tetapi tidak dilekati pita cukai resmi. |
Palsu | 1,9% | Rokok dikemas, dilekati pita cukai tidak resmi. |
Saltuk (Salah Peruntukan) | 1,1% | Dilekati pita cukai asli, tetapi tidak sesuai peruntukan rokoknya. |
Bekas | 0,5% | Dilekati pita cukai yang pernah dipakai pada produk sebelumnya. |
Salson (Salah Personalisasi) | 0,4% | Dilekati pita cukai milik perusahaan lain. |
Dampak Ekonomi
Berdasarkan kajian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pada September 2024, maraknya rokok ilegal, khususnya kemasan polos, secara sistematis memicu downtrading dan switching ke produk haram. Akibatnya, permintaan pasar terhadap produk rokok legal tergerus hingga 42,1%.
Konsekuensi ekonomi dari kondisi ini terbilang sangat masif, meliputi::
- Kehilangan Dampak Ekonomi: Setara Rp182,2 triliun (atau 0,9% dari Produk Domestik Bruto/PDB).
- Kehilangan Potensi Penerimaan Pajak: Sebesar Rp95,6 triliun (atau 4,2% dari total penerimaan pajak).
Tak hanya merongrong kas negara, peredaran ini memberikan pukulan serius pada sektor ketenagakerjaan, mengancam nasib lebih dari 1,2 juta pekerja di industri hasil tembakau legal.
Ketika omzet perusahaan legal tertekan, manajemen terpaksa melakukan penyesuaian yang pahit, mulai dari pemangkasan upah, pengurangan jam kerja, hingga opsi terburuk, yakni Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Tinggalkan Komentar
Komentar