Periskop.Id - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan, distributor dan pengecer yang nekat menjual pupuk di atas harga resmi yang telah ditetapkan pemerintah, akan dikenakan sanksi pencabutan izin usaha. Pernyataan ini disampaikan seiring dengan mulai diberlakukannya kebijakan penurunan harga pupuk subsidi sebesar 20% yang efektif berlaku Rabu (22/10) ini.
“Bila Anda menaikkan harga, pada hari itu juga izinnya kami cabut. Tidak ada ruang lagi untuk mempermainkan petani Indonesia,” kata Amran dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.
Amran menyatakan, Kementerian Pertanian telah menyiapkan saluran pengaduan khusus bagi masyarakat yang menemukan pelanggaran harga pupuk melalui 0823 1110 9690. Ia memastikan, setiap laporan akan ditindaklanjuti secara cepat dan tegas.
Ia menyebut, langkah ini merupakan bagian dari upaya besar pemerintah dalam memberantas praktik mafia dan korupsi di sektor pertanian. “Presiden selalu perintahkan; hilangkan koruptor, hilangkan mafia. Ini adalah kepentingan hajat hidup orang banyak. Kita harus berjuang bersama,” ujar Amran.
Sekadar mengingatkan, pemerintah secara resmi menurunkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk hingga 20%, berlaku mulai 22 Oktober 2025. Amran menyatakan langkah ini dilakukan tanpa menambah anggaran subsidi dari APBN, melainkan melalui efisiensi industri dan perbaikan tata kelola distribusi pupuk nasional.
Penurunan harga ini sesuai dengan Kepmentan Nomor: 1117/Kpts./SR.310/M/10/2025 tanggal 22 Oktober 2025. Penurunan ini meliputi seluruh jenis pupuk bersubsidi yang digunakan petani, yaitu urea dari Rp2.250 per kilogram menjadi Rp1.800 per kilogram. Dengan demikian, harga per sak ukuran 50 kilogram yang semula Rp112.500 kini menjadi Rp90.000.
Kemudian pupuk NPK dari Rp2.300 per kilogram menjadi Rp1.840 per kilogram. Harga per sak 50 kilogram pun turun dari Rp115.000 menjadi Rp92.000. Penurunan ini berlaku secara nasional dan langsung efektif mulai hari ini.
Selanjutnya, NPK kakao dari Rp3.300 per kilogram menjadi Rp2.640 per kilogram, ZA khusus tebu dari Rp1.700 per kilogram menjadi Rp1.360 per kilogram, dan pupuk organik dari Rp800 per kilogram menjadi Rp640 per kilogram.
Amran menyampaikan, kebijakan ini merupakan pelaksanaan langsung dari arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan ketersediaan pupuk dengan harga yang lebih terjangkau bagi petani.
Penurunan harga ini diyakini akan berdampak langsung pada peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP), penurunan biaya produksi, dan peningkatan kesejahteraan petani. Pemerintah optimistis produksi pertanian nasional akan meningkat signifikan dalam tahun-tahun mendatang.
“Karena yang pasti adalah NTP naik, kesejahteraan petani naik, biaya produksi turun, otomatis produksi akan naik tahun-tahun berikutnya,” ucap Amran.
Ia menambahkan, penurunan harga ini dilakukan tanpa menambah anggaran APBN, melainkan hasil efisiensi dan perbaikan tata kelola sektor pupuk.
Mentan menegaskan, tidak ada ruang bagi pihak yang mencoba menaikkan harga pupuk di atas yang telah ditetapkan. Distributor dan pengecer yang melanggar akan dicabut izinnya dan diproses hukum.
“Bila Anda menaikkan harga, pada hari itu juga izinnya kami cabut. Tidak ada ruang lagi untuk mempermainkan petani Indonesia,” tuturnya.
Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Sebelumnya, PT Pupuk Indonesia (Persero) menyalurkan 64% dari total alokasi pupuk bersubsidi tahun ini hingga 19 Oktober 2025 atau tepat satu tahun Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menyatakan pencapaian tersebut setara dengan 6,14 juta ton dari total alokasi pupuk bersubsidi nasional pada 2025 sebesar 9,55 juta ton.
"Pupuk Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat kontribusinya terhadap ketahanan pangan nasional, baik melalui penyediaan pupuk berkualitas untuk menjaga kedaulatan pangan Indonesia," kata Rahmad dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan, kinerja positif perseroan terkait penyaluran pupuk bersubsidi tersebut tidak terlepas dari berbagai terobosan kebijakan yang diimplementasikan oleh pemerintah. Hal ini sebagai bagian dari upaya reformasi tata kelola pupuk subsidi.
Salah satunya adalah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Lalu, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 15 Tahun 2025 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.
Rahmad menyampaikan, melalui kedua peraturan tersebut, pemerintah memangkas 145 regulasi terkait tata kelola pupuk subsidi, sehingga rantai distribusi menjadi lebih singkat dan efisien dengan mendekatkan akses pupuk subsidi ke petani.
Pihaknya pun mengapresiasi dukungan dan kebijakan pemerintah tersebut yang telah menghadirkan regulasi distribusi pupuk yang lebih akuntabel, efisien, dan berkeadilan bagi petani.
"Tahun ini kita dapat menyaksikan berbagai langkah strategis yang menjadi tonggak baru bagi sektor pupuk nasional. Dalam satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, tata kelola pupuk subsidi mengalami perubahan yang nyata," ujarnya.
Rahmad menilai, dukungan kebijakan dari pemerintah dan upaya yang dilakukan pihaknya telah membawa dampak signifikan terhadap percepatan distribusi pupuk subsidi.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, penyaluran pupuk subsidi dapat dimulai tepat pada 1 Januari. Penyaluran yang tepat waktu ini memastikan petani mendapatkan pupuk saat dibutuhkan.
"Kami berkomitmen untuk mengimplementasikan seluruh kebijakan dan regulasi tersebut secara konsisten dan bertanggung jawab, sebagai bagian dari memastikan ketersediaan pupuk dan upaya nyata mendukung terwujudnya kedaulatan serta ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan," imbuhnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar