Periskop.id - Pemerintah menghimpun pajak senilai Rp10,21 triliun dari sektor usaha ekonomi digital sepanjang Januari hingga September 2025. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rosmauli mengatakan, realisasi penerimaan tersebut menunjukkan sektor digital kini menjadi penggerak baru penerimaan pajak Indonesia.
Secara rinci, penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) tercatat sebesar Rp7,6 triliun. Lalu, pajak atas aset kripto Rp621,3 miliar, pajak fintech (P2P lending) Rp1,06 triliun, dan pajak Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) Rp931,12 miliar.
“Untuk PPN PMSE, total setoran sejak 2020 hingga 2025 mencapai Rp32,94 triliun. Setoran itu diserahkan oleh 207 PMSE dari 246 PMSE yang telah ditunjuk,” ujar Rosmauli, Rabu (22/10).
Pada September 2025, pemerintah melakukan lima penunjukkan pemungut PPN PMSE baru. Antara lain, Viagogo GMBH, Coursiv Limited, Ogury Singapore Pte. Ltd, BMI GlobalEd Limited, dan GetYourGuide Tours & Tickets GmbH. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga melakukan satu perubahan data pemungut PPN PMSE terhadap X Asia Pacific Internet Pte Ltd.
Untuk pajak kripto, total penerimaan mencapai Rp1,71 triliun sepanjang 2022 hingga 2025. Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp836,36 miliar penerimaan pajak penghasilan (PPh) 22 atas transaksi penjualan dan Rp872,62 miliar penerimaan PPN dalam negeri (DN).
Selanjutnya, total setoran masuk dari P2P lending mencapai Rp4,1 triliun sepanjang 2022 hingga 2025. Penerimaan pajak dari sektor ini terdiri dari tiga jenis pajak, antara lain PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar Rp1,14 triliun.
Kemudian, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri (WPLN) sebesar Rp724,4 miliar, dan PPN DN atas setoran masa Rp2,24 triliun.
“Untuk SIPP, total penerimaan tercatat sebesar Rp3,78 triliun dari 2022 hingga 2025, terdiri dari PPh Pasal 22 sebesar Rp251,14 miliar dan PPN sebesar Rp3,53 triliun,” jelasnya.
Ke depan, DJP menyatakan akan memastikan seluruh potensi ekonomi digital, mulai dari PMSE, fintech, hingga kripto, dapat terakomodasi dalam sistem perpajakan yang adil dan efisien.
Gap Realisasi
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa optimistis bisa menekan risiko melebarnya gap realisasi penerimaan pajak dari target (shortfall) pada akhir tahun anggaran 2025. Purbaya mengaku telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mengakselerasi serapan pajak pada sisa akhir tahun ini.
“Kalau ceteris paribus, ya kami tutupi kebocoran-kebocoran yang mungkin timbul,” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.
Purbaya akan memperketat pengawasan di bidang perpajakan, baik pada sektor pajak maupun kepabeanan dan cukai. Dia mengaku akan memantau potensi praktik penyelewengan di dua sektor tersebut, termasuk underinvoicing.
Untuk pajak, Purbaya menaruh kepercayaan pada sistem teknologi informasi (IT) yang disiapkan oleh Kementerian Keuangan, termasuk Coretax, untuk menekan pelanggaran pajak.
“Nanti ke depan, kami akan menerapkan IT yang lebih canggih lagi. Saya harapkan akhir minggu ini Coretax sudah siap. Jadi, itu akan meningkatkan pendapatan dari pajak kalau lebih efisien Coretax-nya,” tambah dia.
Di sisi lain, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini juga aktif memberikan insentif untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satunya dengan menempatkan dana pemerintah atau Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp200 triliun pada bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang bertujuan menggerakkan sektor riil melalui kredit perbankan.
“Kalau pertumbuhan ekonomi lebih cepat, harusnya otomatis (penerimaan) lebih cepat kan? Apalagi sektor swasta didorong kan sekarang, harusnya bisa lebih cepat,” ujarnya.
Sebagai catatan, penerimaan perpajakan pada akhir tahun anggaran 2025 diproyeksikan sebesar Rp2.387,3 triliun, setara 95,8% dari target APBN 2025 sebesar Rp2.490,9 triliun. Adapun realisasi per 30 September 2025 tercatat sebesar Rp1.516,6 triliun atau setara 63,5% dari proyeksi.
Penerimaan pajak pada APBN 2025 ditargetkan sebesar Rp2.189,3 triliun, kemudian dikoreksi menjadi Rp2.076,9 triliun atau 94,9% dari target. Realisasi per September dilaporkan sebesar Rp1.295,3 triliun atau setara 62,4% dari proyeksi.
Sedangkan penerimaan kepabeanan dan cukai mulanya ditargetkan sebesar Rp301,6 triliun, lalu proyeksinya ditingkatkan menjadi Rp310,4 triliun atau setara 102,9% dari target. Per September, serapannya telah mencapai Rp221,3 triliun atau 71,3% dari proyeksi.
Tinggalkan Komentar
Komentar