Periskop.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyerahkan urusan sinkronisasi data dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di perbankan, kepada Bank Indonesia (BI). Hal ini mengindikasikan ia tak berencana menggelar pertemuan dengan pemda atau BI untuk membahas soal itu.

Menurut dia, koordinasi terkait data simpanan pemda di bank merupakan kewenangan BI sebagai bank sentral. "Enggak, bukan urusan saya itu. Biar aja BI yang ngumpulin data, saya cuma pakai data bank sentral saja," kata Purbaya di Jakarta, Kamis (23/10). 

Perbedaan data simpanan itu menjadi tanggung jawab BI, kata Purbaya, karena bersumber dari laporan perbankan. Ia menilai ada daerah yang menempatkan dananya bukan dalam bentuk deposito, melainkan di rekening giro yang bunganya lebih rendah, sehingga dinilai kurang efisien dan berpotensi menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Tanya aja ke BI. Itu kan data dari bank-bank mereka juga. Mereka ngomong akan monitor semua akun satu per satu, ada yang ngaku katanya uangnya bukan di deposito tapi di checking account, malah lebih rugi lagi," terangnya.

Seperti diketahui, di media massa maupun media sosial, belakangan diberitakan soal perbedaan data terkait simpanan dana pemda yang disampaikan Kementerian Keuangan melalui data BI, dengan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

BI mencatat dana simpanan pemda mencapai Rp233,97 triliun per 30 September 2025. Sementara data Kemendagri yang diperoleh dari 546 pemda per 17 Oktober 2025 menunjukkan nilai sebesar Rp215 triliun. Dengan demikian, terdapat selisih sekitar Rp18,97 triliun antara data kedua instansi tersebut.

Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan data posisi simpanan perbankan yang dimiliki BI bersumber dari laporan bulanan seluruh kantor bank.

"Bank menyampaikan data tersebut berdasarkan posisi akhir bulan dari bank pelapor. Selanjutnya, BI melakukan verifikasi dan mengecek kelengkapan data yang disampaikan," ujar Ramdan di Jakarta, Rabu (22/10).

Dirinya menambahkan, data posisi simpanan perbankan secara agregat kemudian dipublikasikan dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) di situs resmi Bank Indonesia.

Kelalaian Pencatatan

Sebelumnya, dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10), Purbaya meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk menelusuri penyebab selisih data dana simpanan pemda di perbankan.

Purbaya menjelaskan, Kemendagri memiliki akses langsung terhadap laporan kas daerah, sehingga dapat melakukan investigasi atas perbedaan tersebut. Ia menduga adanya kemungkinan kelalaian pencatatan oleh sejumlah pemda.

Ia menyebutkan, menurut data yang dimilikinya, Pemprov Jawa Barat disebut menyimpan deposito sebesar Rp4,17 triliun. Selain Jawa Barat, Purbaya juga menyebut Pemerintah Provinsi Jakarta menyimpan deposito Rp14,683 triliun dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Rp6,8 triliun.

Purbaya mengungkapkan, data tersebut dari Bank Indonesia yang mengungkap dana yang mengendap di rekening kas daerah mencapai Rp233 triliun. Meliputi simpanan pemerintah kabupaten (pemkab) Rp134,2 triliun, simpanan pemerintah provinsi (pemprov) sebesar Rp60,2 trilliun dan pemerintah kota (pemkot) sebesar Rp39,5 triliun

KDM Membantah

Di sisi lain, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) membantah narasi yang menyebutkan, Pemprov Jabar mengendapkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dalam bentuk deposito. Bahkan, ia mengusulkan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa membuka data daerah yang menyimpan dana, bukan di perbankan daerahnya.

Dedi mengatakan, dirinya telah memeriksa langsung ke Bank Jabar Banten (BJB) terkait apakah ada dana daerah yang didepositokan di sana. "Saya sudah cek tidak ada yang disimpan dalam deposito," kata Dedi dalam keterangannya di Bandung, Selasa.

Dedi mengakui, apabila ada pemerintah daerah yang menyimpan uang dalam bentuk deposito, maka hal itu merupakan masalah, karena pemerintah daerah tersebut tidak mampu mengelola keuangan daerah dengan baik. Oleh sebab itu, Dedi meminta Menteri Purbaya mengumumkan pemerintah daerah mana saja yang menyimpan dana dalam bentuk deposito di berbagai perbankan.

Karena, menurut dia, jangan sampai muncul opini negative, pemerintah daerah itu tidak mampu mengelola keuangan. Karena kesan negatif tersebut akan sangat merugikan daerah-daerah yang bekerja dengan baik.

Jika semua pemerintah daerah dianggap menjadi sama, lanjut Dedi, maka daerah yang bekerja dengan baik akan mengalami problematika pengelolaan keuangan, sehingga daya dukung fiskal menurun. Dikatakan Dedi, saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat malah sedang mempercepat belanja publik di tengah efisiensi anggaran.