periskop.id - Air jadi bagian penting dalam hidup kita, dari segelas air di pagi hari hingga sumber energi setelah beraktivitas. Namun, pernahkah kamu berpikir, sebenarnya air yang kamu minum berasal dari mana?
Apakah dari air tanah yang dipompa dari bawah rumah atau dari air pegunungan yang mengalir jernih dari sumber alami?

Keduanya sama-sama bisa dikonsumsi, tapi memiliki perbedaan besar dari segi asal, kandungan mineral, dan keamanannya. Yuk, kita bahas satu per satu!

Asal dan Proses Pembentukan Air Tanah

Air tanah terbentuk dari air hujan yang meresap ke dalam lapisan tanah dan kemudian tersimpan di bawah permukaan bumi (disebut akuifer).
Lapisan tanah dan batuan di bawah bumi berfungsi sebagai penyaring alami, tapi juga bisa mengubah komposisi air karena reaksi kimia di dalamnya. Itulah sebabnya, kualitas air tanah bisa berbeda-beda tergantung kondisi lingkungan sekitar.

Sementara itu, air pegunungan berasal dari resapan air hujan di daerah tinggi, seperti kawasan hutan atau gunung. Air ini mengalir melewati lapisan batuan vulkanik yang berperan sebagai filter alami.
Penelitian dari Maranatha University (2024) menunjukkan bahwa air pegunungan memiliki suhu yang lebih sejuk, pH netral, dan tingkat kekeruhan sangat rendah, cocok untuk dikonsumsi langsung.

Kandungan Mineral yang Berbeda

Perbedaan selanjutnya ada pada kandungan mineralnya. Air tanah umumnya memiliki Total Dissolved Solids (TDS) yang lebih tinggi, artinya terdapat lebih banyak mineral terlarut seperti kalsium, magnesium, dan besi.

Dalam kadar cukup, mineral ini baik untuk tubuh. Namun jika berlebihan, bisa menimbulkan rasa logam dan menyebabkan kerak pada alat masak atau pipa air.

Sebaliknya, air pegunungan punya kandungan mineral yang lebih seimbang dengan TDS di bawah 500 mg/L, angka yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO).

Studi dari PubMed pada tahun 2023 juga menemukan bahwa air pegunungan kaya akan kalsium alami yang baik untuk tulang tanpa meningkatkan risiko batu ginjal. Jadi, bisa dibilang air pegunungan punya komposisi ideal untuk dikonsumsi sehari-hari.

Risiko Kontaminasi: Siapa yang Lebih Aman?

Karena letaknya dekat dengan permukiman, air tanah lebih berisiko tercemar. Aktivitas manusia seperti penggunaan pupuk, limbah rumah tangga, hingga industri dapat meresap ke tanah dan mencemari akuifer.

Penelitian dari Indonesian Journal on Geoscience (2023) menemukan adanya peningkatan kadar logam berat seperti mangan (Mn) dan besi (Fe) pada air tanah di beberapa wilayah padat penduduk di Jawa Timur.

Sebaliknya, air pegunungan biasanya lebih kecil risikonya tercemar karena sumbernya berada jauh dari aktivitas manusia.

Menurut studi dari Journal of Degraded and Mining Lands Management di tahun 2023, mata air di kawasan karst Gunungsewu memiliki kualitas stabil, rendah logam berat, dan terlindungi oleh vegetasi hutan yang berfungsi sebagai penyaring alami.

Kualitas dan Kelayakan untuk Diminum

Kalau soal rasa, air pegunungan umumnya terasa lebih segar, ringan, dan jernih. Proses penyaringan alami oleh batuan vulkanik membuatnya rendah zat organik sehingga air ini tidak meninggalkan rasa atau aroma yang mengganggu di mulut.

Sebaliknya, air tanah kadang perlu pengolahan tambahan agar layak diminum, seperti aerasi, filtrasi karbon aktif, atau sistem reverse osmosis (RO).

Sesuai Permenkes No. 492 Tahun 2010, air tanah harus bebas dari logam berat dan bakteri sebelum dikonsumsi.

Jadi, Mana yang Lebih Baik?

Kalau dilihat dari kejernihan, rasa, dan keamanan biologis, air pegunungan jelas lebih unggul. Namun, bukan berarti air tanah tidak bisa diminum.

Dengan pengolahan yang tepat, air tanah tetap bisa menjadi sumber air sehat dan terjangkau bagi masyarakat.

Bagi kamu yang tinggal di kota dan sulit menemukan sumber air alami, penggunaan air tanah yang difiltrasi dengan teknologi modern bisa jadi solusi.

Namun bagi masyarakat di daerah pegunungan, menjaga kelestarian hutan dan sumber mata air adalah cara terbaik untuk memastikan air bersih tetap mengalir bagi generasi berikutnya.