periskop.id - Pelaku penyelundupan pakaian bekas (thrifting) ilegal dapat dikenakan sanksi berat, termasuk proses pidana. Hal ini ditegaskan Menteri Perdagangan RI Budi Santoso saat melakukan pemusnahan 500 bal pakaian bekas impor di Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/11).

"Prosesnya memang terus berjalan. Berdasarkan Permendag, langkah yang ditempuh bisa berupa pemusnahan atau re-ekspor, disertai penerapan sanksi administrasi. Sementara itu, untuk proses pidananya akan ditangani lebih lanjut oleh kementerian atau lembaga yang memiliki kewenangan," jelas Budi.

Apabila terbukti melakukan penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri, pelaku dapat diproses sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. Barang bukti berupa pakaian bekas ilegal akan disita dan dimusnahkan oleh otoritas yang berwenang.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pelaku usaha yang mengimpor barang terlarang dapat dijatuhi sanksi pidana berupa penjara hingga 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 miliar.

Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa impor pakaian bekas dilarang. Larangan ini diatur dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang yang Dilarang Ekspor dan Impor.

Pakaian bekas termasuk kategori barang yang dilarang masuk ke Indonesia karena dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan dan lingkungan. Masih banyak pakaian bekas impor yang masuk tanpa sterilisasi, sehingga berpotensi membawa bakteri, jamur, atau virus.

Selain risiko kesehatan, barang ilegal ini juga berpotensi melemahkan daya saing industri tekstil lokal. Budi mengatakan, pakiaan bekas yang diimpor mayoritas berasal dari Korea Selatan, Jepang, dan China.

Sebelumnya, Kemendag mengungkap penyelundupan pakaian bekas impor senilai Rp112,35 miliar dari 11 gudang di wilayah Bandung Raya. Temuan ini menambah kasus pelanggaran serupa yang berhasil ditindak sepanjang 2024–2025. Menurut Budi, seluruh biaya pemusnahan wajib ditanggung oleh importir yang melakukan pelanggaran.