periskop.id - PT Pertamina (Persero) membukukan kinerja solid pada kuartal III 2025. Pada periode tersebut, perseroan berhasil mengantongi laba US$2,05 miliar atau setara Rp34,15 triliun (asumsi kurs Rp16.660,70 per USD).

Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan, hingga September 2025 Pertamina mencatat pendapatan USD 53,38 miliar dan EBITDA sebesar USD 8,20 miliar. Pencapaian ini ditopang oleh kinerja operasional yang tangguh di setiap lini bisnis. Selain itu, implementasi program cost optimization juga terus berkesinambungan di seluruh lini bisnis.

"Program cost optimization sepanjang tahun mencatatkan efisiensi dan tambahan pendapatan senilai USD 624 juta," ujar Emma, Rabu (26/11).

Selain itu, kinerja keuangan yang kuat, profil permodalan, dan arus kas Pertamina tetap terjaga pada kondisi yang sehat, sehingga rasio kredit perusahaan terus berada pada level investment grade dengan outlook stabil dari tiga lembaga pemeringkat global, antara lain Moody’s, S&P, dan Fitch.

"Ini menunjukkan kemampuan Pertamina mempertahankan credit metrics utama seperti leverage, kapasitas pembayaran utang, dan likuiditas di tengah dinamika industri energi dunia," tambahnya.

Selanjutnya, penguatan governance dan kedisiplinan dalam investasi yang terus dipantau oleh para pemegang saham, termasuk Danantara, menjadi faktor penting penopang pertumbuhan, dengan sinergi yang menghadirkan fondasi lebih solid bagi pengelolaan modal Pertamina.

Dukungan pemerintah turut berperan melalui penyelesaian kompensasi selisih harga BBM. Seluruh kompensasi tahun 2024 telah dilunasi hingga Juni 2025, sementara pembayaran kompensasi tahun 2025 mulai direalisasikan.

Terlihat pada Oktober 2025, Pertamina telah menerima pembayaran kompensasi untuk Kuartal I 2025 berkat dukungan Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, serta Danantara.

Dalam hal ini, melalui PMK No. 73 Tahun 2025, Kementerian Keuangan menetapkan mekanisme penyediaan, pencairan, dan pertanggungjawaban dana kompensasi atas kekurangan penerimaan badan usaha akibat kebijakan harga BBM dan tarif listrik. Aturan ini memungkinkan kompensasi dibayarkan secara bulanan dan memberi kejelasan dalam pengelolaan keuangan.

"Kebijakan ini akan memperkuat likuiditas kami ke depan, dengan tetap mempertimbangkan ketersediaan fiskal negara," lanjut Emma.

Ke depan, perusahaan akan terus meningkatkan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) dalam seluruh aspek bisnis.

"Selain memperkuat governance framework, kami telah melakukan aksi-aksi nyata untuk perbaikan di seluruh lini. Ini bukan sekadar reaktif, namun bagian dari transformasi yang lebih luas dari Pertamina untuk meningkatkan transparansi, integritas, dan disiplin operasional,” tutup Emma.