periskop.id - Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bob Azam mengatakan, pertumbuhan mobilitas tenaga kerja nasional selama lima tahun terakhir tercatat sebesar 1,5–2%. Sementara upah minimummengalami kenaikan antara 1,5-10%.
Adapun untuk pekerja baru, rata-rata kenaikan upah mencapai sekitar 7%. Ketimpangan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara mobilitas tenaga kerja dan pertumbuhan upah.
Bob menjelaskan, regulasi terkait upah minimum turut menciptakan ketergantungan struktural bagi dunia usaha, khususnya di sektor industri manufaktur. Akibatnya, pelaku industri terdorong melakukan berbagai langkah efisiensi, termasuk efisiensi berlebihan, yang pada akhirnya berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
“Terjadi gap antara kenaikan mobilitas dan kenaikan upah. Kondisi ini menyebabkan adanya ketergantungan struktural bagi dunia usaha, terutama sektor padat karya,” ujar Bob dalam media briefing di Kantor APINDO, Jakarta, ditulis Rabu (25/11).
Bob menjelaskan, meskipun Indeks Manufaktur (PMI) menunjukkan ekspansi, tren pengurangan tenaga kerja tetap berlanjut. Industri juga mengalami peningkatan efisiensi yang berdampak pada penurunan kapasitas produksi serta relokasi kegiatan industri ke wilayah atau negara lain yang dinilai lebih kompetitif.
Sementara itu, tekanan di pasar tenaga kerja nasional masih tinggi. Sekitar 60% pekerja di Indonesia masih berada di sektor informal, dan proporsi tersebut terus meningkat seiring waktu. Bob menambahkan, hingga Oktober 2025 tercatat 177 ribu pekerja telah mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) setelah kehilangan pekerjaan.
“Hal ini mencerminkan tekanan yang signifikan terhadap lapangan kerja formal,” tuturnya.
Bob juga menyoroti bahwa terdapat anomali pada Cash Index Indonesia jika dibandingkan dengan kondisi di negara Asia lain. Umumnya, rasio antara upah minimum dan upah rata-rata berada di kisaran 0,6, sekitar 60%. Namun di Indonesia, nilainya justru lebih dari 1. Ini menunjukkan bahwa upah minimum lebih tinggi daripada upah rata-rata, sehingga struktur pengupahan menjadi tidak proporsional.
"Biasanya, rasio upah minimum terhadap upah rata-rata berada di angka sekitar 0,6, artinya upah minimum sekitar 60%. Namun di Indonesia angkanya lebih dari satu. Ini berarti upah minimum lebih tinggi daripada upah rata-rata, sehingga struktur upah menjadi terbalik," jelasnya.
Tingginya Cash Index membawa implikasi bagi pasar tenaga kerja. Salah satunya meningkatkan pembentukan pekerjaan formal namun sekaligus mempersempit peluang kerja bagi kelompok muda. Akibatnya, ketidakharmonisan antara kenaikan upah dan dinamika pasar tenaga kerja berpotensi memperlebar jarak antara tujuan perlindungan pekerja dan kemampuan industri untuk tetap berkelanjutan.
Tinggalkan Komentar
Komentar