Periskop.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan, Indonesia menghemat devisa negara sebesar US$40,71 miliar atau sekitar Rp673,73 triliun (kurs Rp16.545) sepanjang 2020–2025, lewat program biodiesel.

“Untuk 2020–2025, Indonesia mampu menghemat devisa untuk impor kurang lebih sekitar US$40,71 miliar. Ini baru dari sektor solar,” ucap Bahlil di Jakarta, Kamis (9/10).

Penghematan tersebut karena program biodiesel membuat Indonesia mengurangi impor solar. Biodiesel sendiri adalah jenis bahan bakar diesel terbarukan yang merupakan campuran dari CPO (crude palm oil/minyak sawit mentah) dan solar konvensional (fosil).

Penerapan biodiesel 40 atau B40 pada 2025 berhasil menghemat impor solar nasional hingga 15,40 juta kiloliter (KL). Program B40 mencampurkan 40% CPO kepada 60% solar.

Ke depannya, apabila Indonesia memberlakukan biodiesel 50 atau B50, Bahlil memperkirakan potensi penghematan devisa negara pada 2026 bisa mencapai US$10,84 miliar atau sekitar Rp179,28 triliun dengan kurs Rp16.545.

“Atas arahan Bapak Presiden (Prabowo Subianto), sudah dirataskan (rapat terbatas), sudah diputuskan bahwa 2026 insyaallah akan kami dorong ke B50, dengan demikian tidak lagi kita melakukan impor solar,” ucap Bahlil.

Hanya saja, imbuhnya, penerapan B50 akan menuntut Indonesia untuk mengimpor metanol. “Metanol itu kebutuhan kita sekarang 2,3 juta ton, sedangkan industri yang ada itu hanya 400 ribu ton. Selebihnya kita impor,” kata Bahlil.

Oleh karena itu, berdasarkan arahan Prabowo, pemerintah memutuskan untuk membangun pabrik metanol di Bojonegoro, Jawa Timur, sebagai bagian dari hilirisasi gas.

“Supaya semua campuran untuk mendapatkan FAME antara CPO dan metanol diharapkan semuanya adalah produksi dalam negeri,” imbuhnya.

Pengimplementasian B50 sendiri membutuhkan pasokan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Kebutuhan FAME atau Fatty Acid Methyl Ester yang didapatkan dari minyak sawit mentah untuk B50 adalah 19 juta KL. Sedangkan, ketersediaan FAME pada 2025 berada di kisaran 15,6 juta KL.

Saat ini, Indonesia sudah mengimplementasikan mandatori B40. Per September, implementasi B40 sudah mencapai 10 juta kiloliter (KL), atau 64,7% dari target 15,6 juta KL. Selain itu, implementasi B40 pada 2025 juga telah menghemat devisa negara sekitar US$9,3 miliar atau setara dengan Rp147,5 triliun.

B50 Uji Jalan

Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, bahan bakar biodiesel 50 (B50) sudah menjalani uji jalan untuk diimplementasikan pada 2026.

“Ini sedang dilakukan road test sampai enam bulan ke depan,” ucap Airlangga ketika ditemui setelah Investor Daily Summit 2025 di Jakarta, Kamis.

Airlangga menyampaikan akan menjadwalkan Rapat Kerja Nasional Komite Pengarah (Komrah) dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), sebab pengimplementasian B50 membutuhkan pasokan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

B50 adalah jenis bahan bakar diesel terbarukan yang merupakan campuran dari 50% CPO dan 50% solar konvensional (fosil). Oleh karenanya, kebutuhan akan CPO harus dikoordinasikan dengan BPDP.

“Nanti kami jadwalkan (Rapat Komrah), tetapi road test (uji jalan) sudah mulai,” kata Airlangga.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi menyampaikan, uji jalan penggunaan B50 dilakukan di berbagai kendaraan secara paralel.

“Kalau tesnya ada di lokomotif, ada kereta, ada mesin kapal, ada gensetnya di PLTU (pembangkit listrik tenaga uap),” kata Eniya.

Saat ini, Indonesia sudah mengimplementasikan mandatori B40. Per September, implementasi B40 sudah mencapai 10 juta kiloliter (KL), atau 64,7% dari target 15,6 juta KL. Selain itu, implementasi B40 pada 2025 juga telah menghemat devisa negara sekitar US$9,3 miliar atau setara dengan Rp147,5 triliun.