periskop.id - Kuasa hukum Bonatua Silalahi, Abdul Gafur, mengungkapkan adanya dugaan mens rea atau niat jahat dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk secara sengaja menutupi polemik terkait dokumen ijazah Presiden Joko Widodo.
“Kami melihat bahwa apakah ini memang dari awal ada mens rea untuk menutupi informasi polemik ijazah Pak Jokowi. Ini adalah bagian dari kejahatan kearsipan atau tidak? Ini yang sedang kami teliti dan kami lanjutkan proses hukumnya,” kata Gafur di Jakarta, Selasa (11/11).
Pernyataan ini disampaikannya usai menjalani sidang keempat terkait laporan dugaan tindak pidana kearsipan ijazah Jokowi.
Gafur menjelaskan, dugaan mens rea ini didasarkan pada isi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 18 Tahun 2013 dan Lampiran 1 PKPU Nomor 17 Tahun 2016.
Dalam kedua aturan tersebut, lanjutnya, dokumen ijazah milik calon presiden dan calon wakil presiden justru ditetapkan sebagai informasi yang dikecualikan untuk bisa diakses oleh publik.
Padahal, menurut Gafur, kebijakan KPU itu bertentangan langsung dengan aturan yang lebih tinggi, yakni Pasal 18 Undang-Undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Ia menegaskan, UU KIP secara jelas menyatakan bahwa data pribadi yang telah digunakan seseorang untuk mendapatkan jabatan publik tidak lagi dikecualikan atau bersifat rahasia.
“Jadi, kalau KPU membuat suatu peraturan untuk melanggar UU, sebetulnya KPU juga melakukan pelanggaran terhadap UU Keterbukaan Informasi Publik," ujar Gafur.
Pihak pelapor juga menyoroti KPU yang dinilai tidak menjalankan kewajiban utamanya untuk melakukan verifikasi, otentikasi (pembuktian keaslian), dan menyerahkan arsip ke ANRI.
“Kenapa KPU dalam Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2013 malah menutupi ijazah sebagai dokumen yang tidak diwajibkan untuk diserahkan kepada ANRI,” ucap Gafur.
PKPU Dinilai Batal Demi Hukum
Atas dasar temuan itu, Gafur menilai telah terjadi kontradiksi regulasi antara PKPU dan UU. Ia bahkan menyebut tindakan KPU ini sebagai bentuk "penyelundupan hukum".
“UU itu tingkatannya lebih tinggi... Kok bisa ada peraturan KPU yang adalah peraturan satu lembaga negara bisa menegasikan undang-undang?” tegas Gafur.
Kuasa hukum Bonatua lainnya, Abdullah Alkatiri, menambahkan bahwa dokumen pribadi pejabat publik, termasuk ijazah dan harta kekayaan, wajib dideklarasikan sebagai arsip negara.
“Oleh sebab itu, publik boleh mengakses, mendapatkan secara utuh dokumen tersebut. Apalagi ijazah. Jadi tidak ada alasan untuk menutupi ijazah itu. Itu jelas,” ujar Alkatiri.
Alkatiri juga menegaskan bahwa PKPU yang bertentangan dengan UU di atasnya secara otomatis "batal demi hukum" atau dianggap tidak pernah ada.
Tinggalkan Komentar
Komentar